Featured Posts

Sabtu, 05 Januari 2013

Urgensi Fiqh Proiritas dalam Gerakan Pelajar Modern


DI ANTARA konsep terpenting dalam fiqh kita sekarang ini ialah apa yang sering diutarakan dalam berbagai buku yang dinamakan dengan "fiqh prioritas" (fiqh al-awlawiyyat). Sebelum ini digunakan juga istilah lain dalam buku Imam al-Qardhawi yang lain, al-Shahwah al-Islamiyyah bayn al-Juhud wa al-Tatharruf, yaitu fiqh urutan pekerjaan (fiqh maratib al-a'mal).
Yang dimaksud dengan istilah tersebut ialah meletakkan segala sesuatu pada peringkatnya dengan adil, dari segi hukum, nilai, dan pelaksanaannya. Pekerjaan yang mula-mula dikerjakan harus didahulukan, berdasarkan penilaian syari'ah yang shahih, yang diberi petunjuk oleh cahaya wahyu, dan diterangi oleh akal.
"... Cahaya di atas cahaya..." (an-Nuur: 35)
Sehingga sesuatu yang tidak penting, tidak didahulukan atas sesuatu yang penting. Sesuatu yang penting tidak didahulukan atas sesuatu yang lebih penting. Sesuatu yang tidak kuat (marjuh) tidak didahulukan atas sesuatu yang kuat (rajih). Dan sesuatu "yang biasa-biasa" saja tidak didahulukan atas sesuatu yang utama, atau yang paling utama.

Sesuatu yang semestinya didahulukan harus didahulukan, dan yang semestinya diakhirkan harus diakhirkan. Sesuatu yang kecil tidak perlu dibesarkan, dan sesuatu yang penting tidak boleh diabaikan. Setiap perkara mesti diletakkan di tempatnya dengan seimbang dan lurus, tidak lebih dan tidak kurang. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT:
"Dan Allah SWT telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu." (ar-Rahman:7-9)
Dasarnya ialah bahwa sesungguhnya nilai, hukum, pelaksanaan, dan pemberian beban kewajiban menurut pandangan agama ialah berbeda-beda satu dengan lainnya. Semuanya tidak berada pada satu tingkat. Ada yang besar dan ada pula yang kecil; ada yang pokok dan ada pula yang cabang; ada yang berbentuk rukun dan ada pula yang hanya sekadar pelengkap; ada persoalan yang menduduki tempat utama (esensi) tetapi ada pula yang hanya merupakan persoalan pinggiran; ada yang tinggi dan ada yang rendah; serta ada yang utama dan ada pula yang tidak utama.
Para sahabat Nabi saw memiliki antusiasme untuk mengetahui amalan yang paling utama (atau yang diprioritaskan), untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karena itu banyak sekali pertanyaan yang mereka ajukan kepada baginda Nabi saw mengenai amalan yang paling mulia, amalan yang paling dicintai Allah SWT; sebagaimana pertanyaan yang pernah dikemukakan oleh Ibn Mas'ud, Abu Dzarr, dan lain-lain. Jawaban yang diberikan Nabi saw atas pertanyaan itupun banyak sekali, sehingga tidak sedikit hadits yang dimulai dengan ungkapan 'Amalan yang paling mulia..."; dan ungkapan 'Amalan yang paling dicintai Allah ialah."
Sebuah contoh sebagaimana tanya jawab dengan Rasul di bawah ini
"Diriwayatkan dari 'Amr bin Abasah r. a. berkata bahwa ada seorang lelaki, yang berkata kepada Rasulullah saw: "Wahai Rasulullah apakah Islam itu? " Beliau menjawab, "Islam itu ialah penyerahan hatimu kepada Allah, dan selamatnya kaum Muslim dari lidah dan tanganmu." Lelaki itu bertanya lagi: "Manakah Islam yang paling utama?" Rasulullah saw menjawab, "Iman." Lelaki itu bertanya lagi: "Apa pula iman itu?" Beliau menjawab, "Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kebangkitan setelah mati." Lelaki itu bertanya lagi: "Manakah iman yang paling utama?" Rasulullah saw menjawab, "Berhijrah." Lelaki itu bertanya lagi. "Apakah yang dimaksud dengan berhijrah itu?" Rasulullah saw menjawab, "Engkau meninggalkan kejelekan." Lelaki itu bertanya kembali: "Manakah hijrah yang paling utama?" Rasulullah saw menjawab, "Jihad." Dia bertanya lagi: "Apakah yang dimaksud dengan jihad itu?" Beliau menjawab, "Hendaklah engkau memerangi orang-orang kafir apabila engkau berjumpa dengan mereka." Dia bertanya lagi: "Jihad mana yang paling utama?" Rasulullah saw menjawab, "Jihad orang yang mempersembahkan kuda dan darahnya."
Kacaunya Timbangan Prioritas pada Umat
Apabila kita memperhatikan kehidupan kita dari berbagai sisinya --baik dari segi material maupun spiritual, dari segi pemikiran, sosial, ekonomi, politik ataupun yang lainnya--maka kita akan menemukan bahwa timbangan prioritas pada umat sudah tidak seimbang lagi.
Kita dapat menemukan di setiap negara Arab dan Islam (termasuk Indonesia) berbagai perbedaan yang sangat dahsyat, yaitu perkara-perkara yang berkenaan dengan dunia seni dan hiburan senantiasa diprioritaskan dan didahulukan atas persoalan yang menyangkut ilmu pengetahuan dan pendidikan. Dalam aktivitas pemudanya kita menemukan bahwa perhatian terhadap olahraga lebih diutamakan atas olah akal pikiran, sehingga makna pembinaan remaja itu lebih berat kepada pembinaan sisi jasmaniah mereka dan bukan pada sisi yang lainnya. Lalu, apakah manusia itu dinilai hanya badan saja, akal pikiran saja, ataukah jiwa saja?
Dahulu kita sering menghafal sebuah kasidah Abu al-Fath al-Bisti yang sangat terkenal. Yaitu kasidah berikut ini:
"Wahai orang yang menjadi budak badan, sampai kapan engkau hendak mempersembahian perkhidmatan kepadanya. Apakah engkau hendak memperoleh keuntungan dari sesuatu yang mengandung kerugian? Berkhidmatlah pula kepada jiwa, dan carilah berbagai keutamaan padanya, Karena engkau dianggap sebagai manusia itu dengan jiwa dan bukan dengan badan"
Kita juga hafal apa yang dikatakan oleh Zuhair ibn Abi Salma dalam Mu'allaqat-nya:
"Lidah seorang pemuda itu setengah harga dirinya, dan setengah lagi adalah hatinya. Jika keduanya tidak ada pada dirinya, maka dia tiada lain hanya segumpal daging dan darah."
Akan tetapi kita sekarang ini menyaksikan bahwa manusia dianggap sebagai manusia dengan badan dan otot-ototnya, sebelum menimbang segala sesuatunya. Setiap libur musim panas hingga saat ini pun, perbincangan yang terjadi di dunia (terutama remaja) kecuali perbincangan di seputar bintang sepak bola yang dipamerkan untuk dijual. Harga pemain ini semakin meninggi bila ada tawar-menawar antara beberapa klub sepak bola, sehingga mencapai £80 (sekitar 1,174 Triliun Rupiah).
Jarang sekali mereka yang mengikuti perkembangan dunia olahraga, khususnya olahraga yang bermanfaat bagi manusia dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka hanya menumpukan perhatian terhadap pertandingan olahraga, khususnya sepak bola yang hanya dimainkan beberapa orang saja, sedangkan yang lainnya hanya menjadi penonton mereka.
Sesungguhnya bintang masyarakat, dan nama mereka yang paling cemerlang bukanlah ulama atau ilmuwan, bukan pemikir atau juru da'wah; akan tetapi mereka adalah apa yang kita sebut sekarang dengan para aktor dan aktris, pemain sepak bola, dan sebagainya. Surat kabar dan majalah, televisi dan radio, hanya memperbincangkan kehidupan, tingkah laku, "kejayaan," petualangan, dan berita di sekitar mereka, walaupun tidak berharga. Sedangkan orang-orang selain mereka tidak pernah diliput, dan bahkan hampir dikesampingkan atau dilupakan.
Apabila ada seorang seniman yang meninggal dunia, seluruh dunia gempar karena kematiannya, dan semua surat kabar berbicara tentang kematiannya. Namun apabila ada seorang ulama, ilmuwan, atau seorang profesor yang meninggal dunia, seakan-akan tidak ada seorangpun yang membicarakannya. Kalau dilihat dari segi material, perhatian mereka kepada dunia olahraga dan seni memakan biaya sangat tinggi; yaitu untuk membiayai publikasi, dan keamanan penguasa, yang mereka sebut sebagai biaya "keamanan negara"; dimana tidak ada seorang pun dapat menolak atau mengawasinya. Mengapa semua itu bisa terjadi?
Pada saat yang sama, lapangan dunia pendidikan, kesehatan, agama, dan perkhidmatan umum, sangat sedikit mendapat dukungan dana; dengan alasan tidak mampu atau untuk melakukan penghematan, terutama apabila ada sebagian orang yang meminta kepada mereka sumbangan untuk melakukan peningkatan sumber daya manusia dalam rangka menghadapi perkembangan zaman.
Persoalannya adalah seperti yang dikatakan orang: "Penghematan di satu sisi, tetapi di sisi lain terjadi pemborosan"; sebagaimana yang pernah dikatakan Ibn al-Muqaffa,: "Aku tidak melihat suatu pemborosan terjadi kecuali di sampingnya ada hak yang dirampas oleh orang yang melakukan pemborosan itu."
Maka patut menjadi refleksi bagi setiap pimpinan IPM di berbagai daerah, apakah kegiatan yang selama ini dilakukan sudah menyentuh permasalahan utama umat yang seharusnya menjadi prioritas? Atau jangan-jangan masih terjebak kepada kegiatan bersifat seremonial formalitas yang asal terlaksana.
Masalah di pelajar pun telah sangat banyak dan kompleks. Mulai dari kecanduan teknologi (game komputer, TV, internet), sulit memahami pelajaran, kecemasan ujian, tekanan dari orang tua, terlalu banyak beban pelajaran yang menyita waktu, kurang motivasi, guru-guru yang membosankan. tidak tertarik pada silabus pembelajaran, hingga masalah tawuran yang akhir-akhir ini merebak. Semuanya butuh penyelesaian tuntas, namun tidak semua masalah tersebut bisa hilang dalam satu gebrakan. Butuh prioritas yang jelas dan pasti untuk menyelesaikannya perlahan.
Kejadian yang banyak terjadi, Pimpinan IPM di berbagai daerah banyak yang memiliki pemikiran-pemikiran jangka panjang, namun tidak berdasarkan proiritas yang tepat. Seringkali kita terjebak oleh rutinitas Taruna Melati dan musyawarah-musyawarah di lingkup masing-masing yang menyita banyak waktu dan pikiran. Banyak yang berkoar-koar mengenai tawuran, UN, sex bebas, dan berbagai wacana lain namun terlupakan oleh masalah pelajar yang lebih esensial seperti aqidah, ibadah, dan kualitas para pimpinan itu sendiri.
Harapannya, dengan kajian mendalam kita bisa lebih memahami pembagian prioritas ini, dan melihat bagaimana al-Qur’an dan Hadits menuntun kita menentukan prioritas gerakan. Wallahu a’lam bish-showab…
#KDIPDIPMSleman


[+/-] Selengkapnya...

Sabtu, 29 Desember 2012

Mukaddimah Fiqh Prioritas

Oleh Dr. Yusuf Al Qardhawy

SEGALA puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya,  hal-hal  yangbaik  dapat  terlaksana,  yang memberikan petunjuk kepada kitasemua. Kita tidak akan  mendapatkan  petunjuk  ke  jalan  yanglurus  kalau  Allah tidak memberikan petunjuk itu kepada kita. Salawat  dan  salam  semoga  terlimpahkan  kepada   junjungan, pimpinan, teladan, dan kekasih kita, Muhammad saw serta kepadaseluruh keluarganya, sahabatnya, dan kepada  orang-orang  yangmengikutinya dengan baik hingga hari kiamat kelak.
Studi  yang  penulis  sajikan  di  hadapan  Anda  sekarang merupakan sebuah topik yang kami anggap sangat penting, karenaia  memberikan  solusi  terhadap  tiadanya keseimbangan --darisudut pandang  agama--  dalam  memberikan  penilaian  terhadapperkara-perkara,   pemikiran   dan   perbuatan;   mendahulukan sebagian perkara atas sebagian yang lain;  mana  perkara  yangperlu   didahulukan,   dan   mana   pula  perkara  yang  perludiakhirkan; perkara mana yang harus  diletakkan  dalam  urutan pertama,  dan  perkara mana yang mesti ditempatkan pada urutanke tujuh puluh pada anak tangga perintah  Tuhan  dan  petunjukNabi  saw. Persoalan ini begitu penting mengingat keseimbangan terhadap masalah-masalah yang perlu diprioritaskan  oleh  kaumMuslimin  telah  hilang  dari  mereka pada zaman kita sekarang ini.
Sebelumnya, saya menyebut perkara  ini  dengan  istilah  "fiqh urutan pekerjaan"; namun sekarang ini dan sejak beberapa tahun yang lalu saya menemukan istilah yang lebih pas,  yaitu  "fiqh prioritas";   karena   istilah  yang  disebut  terakhir  lebih mencakup, luas, dan lebih menunjukkan kepada konteksnya.

Kajian ini sebetulnya  dimaksudkan  untuk  menyoroti  sejumlah prioritas  yang  terkandung  di  dalam  ajaran  agama, berikut dalil-dalilnya,  agar  dapat  memainkan  peranannya  di  dalam meluruskan    pemikiran,    membetulkan   metodologinya,   dan meletakkan  landasan  yang  kuat  bagi  fiqh   ini.   Sehingga orang-orang yang memperjuangkan Islam dan membuat perbandingan mengenainya, dapat memperoleh petunjuk darinya;  kemudian  mau membedakan  apa yang seharusnya didahulukan oleh agama dan apa pula yang seharusnya diakhirkan; apa yang dianggap  berat  dan apa  pula  yang  dianggap  ringan; dan apa yang dihormati oleh agama dan apa pula yang disepelekan olehnya. Dengan  demikian, tidak  akan  ada  lagi  orang-orang yang melakukan tindakan di luar batas kewajaran,  atau  sebaliknya,  sama  sekali  kurang memenuhi  syarat.  Pada  akhirnya,  fiqh ini mampu mendekatkan pelbagai  pandangan  antara  orang-orang  yang  memperjuangkan Islam dengan penuh keikhlasan.

Penulis  tidak  mengklaim  bahwa  tulisan ini merupakan kajian yang sempurna dan komprehensif.  Ia  hanya  merupakan  pembuka pintu  dan  jalan,  yang  akan  dilalui oleh orang yang hendak memperdalam dan melakukan kajiannya dalam masalah  ini  secara mendasar.  Dan bagi setiap orang yang berijtihad ada bagiannya yang tersendiri untuknya.
Penulis ingin mengakhiri mukadimah  ini  dengan  mengutip  apa yang  dikatakan oleh Nabi Allah Syu'aib a.s., sebagaimana yang tercantum di dalam al-Qur'an:
"... Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan)  perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nyalah aku kembali". (Huud: 88)
Doha, Rabi, al-Akhir 1415 H./September 1994 M
al-Faqir ila-Llah
Yusuf Qardhawi


#Tulisan bertema Fiqih Prioritas ini merupakan bagian dari program kajian Rutin Pengurus PD IPM Sleman, setiap pekannya insya Allah akan terus diupdate dengan tema yang sama. Mohon tanggapan dan masukan untuk pengembangan kami. Terima kasih banyak.... ^_^

[+/-] Selengkapnya...

Jumat, 28 Desember 2012

LPJ Kajian Dakwah Islam PD IPM Sleman



A.      Personalia
Ketua Bidang                      : Hanan Waskitha
Sekretaris Bidang                : Rosihana Cahya Maulana
Anggota                              : Widastira Eka Nugraha
                                             Machmud Tarmudzi
B.      Pendahuluan
Tetap sertakan ikhtiar itu dalam setiap sujud dan dzikir kita, ketika tidak ada satupun orang yang peduli dan akan menolong kita, percayalah, hanya Allah satu-satunya Dzat yang akan selalu setia peduli dan menolong setiap hamba-hamba-Nya.
Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin, selama lebih dari enam bulan amanah ini kami emban, diiringi berbagai kendala dan kemudahan, Bidang Kajian Dakwah Islam Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Sleman telah menjalankan beberapa program yang telah direncanakan.
Bersama laporan progress report ini kami paparkan pula evaluasi dan permasalahan yang muncul dalam langkah-langkah kami. Selamat menikmati....^_^

C.      Program
1.  Kultum qobla rapat
2.  Pesantren Ramadhan
3.  SMS tausyiah
4.  Penerbitan buletin dakwah
5.  Dakwah media digital
6.  Kajian pimpinan & kajian ranting
7.  Stiker Dakwah
8.  Tanya Jawab Agama

DOWNLOAD LPJ ---> (tunggu, on progress)

[+/-] Selengkapnya...

Rabu, 26 Desember 2012

IPM-isasi terus Berjalan (part 1)

IPM kini telah berusia lebih dari setengah abad. Ini menandakan bahwa telah banyak sejarah yang telah ditorehkan oleh IPM. Tidak hanya itu, IPM juga telah melahirkan tokoh-tokoh besar di negeri ini. Hal ini menunjukkan bahwa IPM tidak hanya berkontribusi pada Muhammadiyah tetapi juga bangsa Indonesia.


Sejak IPM lahir sampai sekarang, telah banyak proses dinamika yang dialami oleh IPM. IPM sebagai gerakan dakwah pelajar selalu dihadapkan dengan problematika yang beragam di setiap masanya. Di saat IPM lahir, IPM dihadapkan pada kondisi merebaknya ideologi komunis yang mengarah pada atheisme yang berujung pada upaya untuk mengganti dasar
negara Pancasila. Di Era Orde Baru IPM dihadapkan pada kebijakan pemerintah yang melarang adanya organisasi pelajar di sekolah kecuali OSIS sehingga menuntut IPM harus merubah nama menjadi IRM pada tahun 1992. Pasca reformasi, tahun 2008 saat Muktamar IPM XVI di Surakarta, IRM akhirnya kembali berubah namanya menjadi IPM. Pada saat inilah basis masa IPM yang sebelumnya adalah remaja menjadi fokus pada pelajar.

Namun pada kenyataannya, hingga 4 tahun sejak peneguhan kembali IPM, proses transisi ini tidak dibarengi dengan pemahaman masyarakat pelaku pendidikan di tingkat operasional.  Akibatnya, langkah IPM-isasi di sekolah Muhammadiyah – khususnya di Kabupaten Sleman sedikit tersendat.
Realita yang terjadi di lapangan bisa dibagi menjadi 3 golongan
1.  Sekolah mantap ber-IPM, yaitu sekolah yang telah memahami IPM sebagai gerakan dakwah, kaderisasi, sekaligus organisasi kesiswaan di sekolah. Sayangnya, dari 48 sekolah di kabupaten Sleman, golongan ini termasuk minoritas.
2.   Sekolah dengan dualisme OSIS – IPM, yaitu sekolah yang menerapkan sistem OSIS sebagai organisasi kesiswaan di sekolahnya. Mulai dari struktur, lambang, dan nama bidang memakai rujukan OSIS. Namun ketika menghadiri kegiatan IPM atau Muhammadiyah, tiba-tiba nama OSIS berubah menjadi IPM. Dalam pandangan golongan ini, IPM tidak jauh berbeda dengan OSIS, hanya namanya saja yang berbeda.
3.   Sekolah murni OSIS, yaitu sekolah yang menerapkan secara utuh sistem OSIS sebagai gerakan kesiswaan di sekolahnya. Adapun IPM hanya ditempatkan sebagai kegiatan ekstrakulikuler yang tidak memiliki legalitas pasti di sekolah. Implikasinya, ada atau tidaknya IPM tidak akan berpengaruh kepada proses kependidikan di sekolah.
Dari realita di atas, poin nomor 2 menduduki peringkat kuantitas pertama, lebih dari 50% sekolah Muhammadiyah di kabupaten Sleman masih menerapkan pemahaman nomor 2. Sedangkan golongan nomor 1 memiliki presentase sekitar 40%. Artinya, ada belasan sekolah dari 48 SMP, SMA dan SMK di Sleman yang benar-benar menerapkan IPM di sekolahnya. Sisanya menempati golongan ke 3. Tentu ini menjadi sebuah PR besar bagi IPM Sleman saat ini. Sebelum bicara banyak tentang ideologi dan gerakan pelajar dengan buntut panjangnya, keseragaman langkah menjadi syarat penting dari perubahan besar yang menjadi cita cita IPM.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (as-Shaff: 4)

..to be continous.......,

[+/-] Selengkapnya...

Galeri Foto

yooi yooi....
beginilah tingkah para kader IPM ketika beramal nyata di lapangan. Tidak hanya sekedar narsis, namun inilah bukti kecil bahwa KITA ADA! ~_^


[+/-] Selengkapnya...

Senin, 24 Desember 2012

Melihat Natal Dari Perspektif Lain



Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, setiap 25 Desember selalumuncul pertanyaan dan diskusi hangat mengenai boleh atau tidaknya mengucapkan natal kepada kaum yang merayakannya.
Sebagaimana diketahui bahwa mayoritas ulama menganggapnya sebagai perbuatan haram, karena secara tidak langsung kita melakukan pengakuan terhadap akidah agama lain. Padahal telah jelas bahwa satu-satunya agama yang diridhoi Allah adalah Islam. Tidak ada tawar menawar mengenai hal ini. Hanya di balik penghukuman tersebut ada perspektif perspektif lain yang cukup menggelitik untuk diketahui tentang perayaan natal. 
Peringatan Natal, memiliki makna ‘Memperingati dan mengahayati kelahiran Yesus Kristus’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas terbitan Balai Pustaka). Menurut orang-orang nasrani, Yesus (dalam Islam disebut dengan ‘Isa) dianggap sebagai anak Tuhan yang lahir dari rahim Bunda Maria. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan syariat Islam yang mengimani bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihis sallam bukanlah anak Tuhan yang dilahirkan ke dunia melainkan salah satu nabi dari nabi-nabi yang Allah utus untuk hamba-hamba-Nya.

“Ingatlah, ketika Malaikat berkata: "Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat yang datang daripada-Nya, namanya Al Masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan kepada Allah” (Ali Imron 45)
Dari satu sisi lain, fenomena natal juga bisa diartikan lain, bahkan jauh berbeda. Memang, lahirnya Yesus melalui kandungan Bunda Maria merupakan mukjizat Tuhan yang besar dan menunjukkan bahwa Allah Mahamenciptakan. Terlepas dari anggapan bahwa Yesus adalah putra Allah, Natal sebagai peringatan kelahiran Yesus di dunia juga berarti pengakuan dari masyarakat bahwa Yesus pun juga manusia yang dilahirkan dan bergantung pada makhluk lain pada awalnya, yaitu Bunda Maria atau yang biasa kita sebut Maryam. Maka perayaan natal dapat juga dianggap sebagai desakralisasi Yesus sebagai Tuhan, karena Tuhan yang sebenarnya tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak bergantung kepada seorang pun.
Maka jangan terlalu heran orang yang memahami hal iniakan dengan biasa mengucapkan “selamat Natal” kepadakaum non-Islam sebagai bentuk pengakuan mereka bahwa Yesus benar-benar dilahirkan, dan Yesus bukanlah sosok Tuhan yang sebenarnya karena kalian pun mengakui bahwa Yesus dilahirkan, dan membutuhkan pengayoman serta perlindungan dari ibunya ketika kecil dahulu.
Dari satu sisi Yesus memang memiliki kelebihan dibandingkan Nabi dan Rasul lain. Betapa tidak? Beliau diberikemampuan menyembuhkan orangbuta, memberi nyawa kepada burung yang dibuat dari tanah liat, bahkan beliau diberi kemampuan untukmenghidupkan orang mati. Namun perlu dicatat, seberapa ampuhnya kemampuan Yesus dalam menjalankan amanahnya menyelamatkan manusia, semua itu tetap didapatkan dari Allah, satu-satunya Tuhan yang patut disembah seluruh manusia.
“Dan sebagai Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman. (Ali Imron 49)
Memang, perayaan natal dari tahun ke tahun sering menyedot perhatian kaum muslim. Namun ingatlah bahwa Allah, Tuhanmu, selalu ingin dekat denganmu.
Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud” (al-Hijr:98)
 (hw)

[+/-] Selengkapnya...

IPM:Ikatan Pelajar Pengikut Muhammad


“Bagaimanakah seharusnya perilaku Pimpinan IPM itu?”
Sebuah pertanyaan unik muncul ketika Pelatihan Kader Taruna Melati 1 di Madrasah Mu'allimaat Muhammadiyah Yogyakarta (20/12/12). Beberapa kader mungkin juga bertanya hal yang sama, karena kenyataannya tidak sedikit kader IPM yang tindak-tanduknya tidak mencerminkan kader IPM.
Menjawab pertanyaan di atas, kita patut mencoba memaknai kembali apa sebenarnya jati diri IPM itu. Jika diterjemahkan secara bahasa Ikatan Pelajar Muhammadiyah berarti “Ikatan Pelajar Pengikut Muhammad”. Terlepas dari berbagai deskripsi dan berbagai rumusan ideologi IPM yang selama ini telah terbentuk, dapat diambil kesimpulan sederhana bahwa kader IPM adalah sekumpulan orang yang mengikuti Tauladan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam secara menyeluruh. Mulai dari kegiatan keseharian, maupun kegiatan pembinaan, hingga ke ranah kepemimpinan dan politik.
Rasulullah saw.bersabda :
تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ اِنْ تَمَسكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلًوْا اَبَدًا كِتَابَ اللهِ وَ سُنةَ رَسُوْلِهِ

"Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selamanya selagi berpegang teguh kepada keduannya yaitu kitab Allah (Al-Qur'an) dan sunnah rasul-Nya".
Telah ditegaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa untuk bisa menapaki hidup di dunia tanpa kesesatan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan jaminan asalkan manusia telah mengikuti dua pusaka beliau. Sebagai konsekuensinya, setiap detik dan langkah kader IPM harus memiliki landasan yang kuat berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan as-Sunnah.
Hanya saja, beberapa kader IPM dewasa ini lebih memilih menggunakan dasar “referensi manusia” untuk dasar pergerakan dan wacana-wacana pergerakan IPM. Akibatnya, kader tingkat grass root kurang mampu memahami ideologi IPM dengan baik.
Memang baik mempelajari ilmu pengetahuan terkini menyesuaikan perkembangan pemikiran modern seperti filsafat manusia, falsafah pergerakan, maupun biografi-biografi tokoh nasional dan internasional. Tetapi setiap kader tetap tidak boleh lupa jati dirinya sebagai penyembah Allah dan pengikut Muhammad. Sebagai konsekuensi,
Sebagai analogi, dahulu Umar bin Khattab pernah menemui Rasulullah sambil membawa sebuah kitab dari kalangan ahli kitab, seraya berkata,
"Wahai Rasulullah, aku mendapat sebuah kitab yang bagus dari sebagian ahli kitab."
Ternyata Rasulullah tampak marah, seraya bersabda,
"Apakah kalian tidak bingung tentang isinya wahai Ibnul-Khattab? Demi yang diriku ada di Tangan-Nya, aku telah membawakan bagi kalian sesuatu yang putih dan suci. Janganlah kalian menanyakan tentang sesuatu pun kepada mereka (Ahli Kitab), lalu mereka menyampaikan yang benar kepada kalian namun kemudian kalian mendustakannya, atau mereka menyampaikan yang batil kepada kalian lalu kalian membenarkannya. Demi yang jiwaku da di Tangan-Nya, andaikan Musa masih hidup, maka tidak ada pilihan lain baginya kecuali mengikuti aku."
Jikalau Rasulullah masih hidup sekarang, bisa jadi beliau marah besar karena para pengikutnya yang melimpah ini banyakyang telah meninggalkan kitab Allah dan sunnahnya sebagai landasan hidup. Hanya dua kalimat tersisa di akhir tulisan ini, seberapa pahamkah kita terhadap dua pusaka Nabi tersebut? Bercerminlah kawan...~_^
(hw)

[+/-] Selengkapnya...