Jumat, 30 Maret 2012

Tentang Sebuah Kekuasaan

Tahukah kawan, kenapa manusia yang diberi sebuah “amanah kepemimpinan” ?

Mengapa pula tidak ada pula makhluk lain yang ingin dan mampu mengembannya?? Bahkan gunung kokoh berdiri dengan sombongnya itu pun merekah pecah terbelah tak kuat menahan beratnya “amanah kepemimpinan” itu.

Hei, mulia benar manusia! Mereka dengan penuh kepercayaan dari Allah menerima beban untuk memikul amanah itu.

Ah, aku masih bertanya-tanya, “MENGAPA?”

TAPI ...

Memang banyak orang bisa mulia karena kepemimpinan ?

Mengapa banyak orang dihina karena kepemimpinan ?

Mengapa banyak orang menjadi rakus karenanya ?

Mengapa kalimat “inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun” disunahkan untuk dibaca dalam 2 waktu: saat tertimpa bencana, dan saat menerima amanah itu, “kepemimpinan”

Ya, karena “amanah kepemimpinan” itu dekat dengan “bencana”, bagi ia yang terbutakan olehnya.

Janganlah kamu meminta suatu jabatan karena sesungguhnya bila kamu diberi suatu jabatan tanpa memintanya, maka kamu akan mendapat pertolongan dalam menjabat jabatan itu, tetapi kalau kamu diberi suatu jabatan karena meminta, maka sesungguhnya kamu teah diserahkan sepenuhnya kepada jabatan itu (Shahih Bukhari No. 7146 dan Shahih Muslim No. 1652)

”Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi untuk dapat memegang suatu jabatan, tetapi nanti pada hari kiamat jabatan itu merupakan suatu penyesalan” (Shahih Bukhari No.7148)

Dari Abu Musa Al Asy’ary ra. berkata : “Saya bersama dua orang saudara sepupu datang kepada Nabi S.A.W., kemudian salah seorang di antara keduanya itu berkata : “Wahai Rasulullah, berilah kami suatu jabatan pada sebahagian apa yang telah Allah ‘azza wajalla kuasakan terhadap tuan”. Dan yang lain juga berkata seperti itu. Kemudian beliau bersabda :”Demi Allah, aku tidak akan mengangkat seorang dalam suatu jabatan yang mana ia memintanya, atau seseorang yang sangat ambisi pada jabatan itu”. (Shahih Bukhari No.7149 dan Shahih Muslim No.1733)

Ya, meminta sebuah kekuasaan memang harus dihindari. Namun sikap kontributif dan selalu ingin bermanfaat bagi orang lain tetap harus ada dalam diri kita masing-masing.

"Manfaat apakah yang telah anda lakukan hari ini...??"

IKRARKAN BERSAMA IPM BERJAYA....!!! ^_^

[+/-] Selengkapnya...

Kamis, 29 Maret 2012

Ladang Download IPM Sleman


MUHAMMADIYAH

    1. Fatwa-fatwa Muhammadiyah tahun 1998.  Klik di sini> fatwa1998.zip
    2. Fatwa-fatwa Muhammadiyah tahun 1999.  Klik di sini> fatwa1999.zip
    3. Fatwa-fatwa Muhammadiyah tahun 2003.  Klik di sini> fatwa2003.zip
    4. Fatwa-fatwa Muhammadiyah tahun 2004.  Klik di sini> fatwa2004.zip
    5. Fatwa-fatwa Muhamamdiyah tahun 2005.  Klik di sini> fatwa2005.zip
    6. Fatwa-fatwa Muhamamdiyah tahun 2006.  klik di sini> fatwa2006.zip
    7. Fatwa-fatwa Muhamamdiyah tahun 2007.  Klik di sini> fatwa2007.zip
    8. Fatwa-fatwa Muhammadiyah tahun 2008.  Klik di sini> fatwa2008.zip
    9. Fatwa-fatwa Muhammadiyah tahun 2009.  Klik di sini> fatwa2009.zip
    10. Fatwa-fatwa Muhamamdiyah tahun 2010. Klik di sini> fatwa2010.zip
    11. Fatwa-fatwa khusus Muhammadiyah.  klik di sini > fatwakhusus.zip
    12. Ebook Pedoman Hisab Muhammadiyah. Klik di sini> pedoman_hisab_muh.pdf
    TABLIGH

[+/-] Selengkapnya...

Tanya Jawab Agama: Hukum Barzanji

Pertanyaan:
Hukum membacaal-Qur’an barzanzi atau biasa disebut barzanzian itu gmana mas,soalnyabnyak perbedaan pendapat bgtu??
pengirim: 08574322XXXX

Jawaban:
Sholawat Menurut Pandangan Muhammadiyah
Menurut pandangan Muhammadiyah, shalawat itu berarti do’a, memberi berkah dan ibadah. Shalawat Allah kepada hambanya dibagi dua, khusus dan umum. Shalawat khusus, ialah shalawat Allah kepada para Rasul atau Nabi-Nya, teristimewa shalawat Allah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. Shalawat umum, ialah shalawat Allah kepada hamba-Nya yang mukmin.

Dari uraian atau penjelasan singkat itu, kita memperoleh pengertian yang sangat halus, yaitu : Kewajiban berusaha mengembangkan cita-cita Nabi Muhammad saw agar paham keislaman bisa merata ke segala pelosok alam. Oleh karena itu kita belum dipandang telah bershalawat dengan sepenuhnya sebelum kita - disamping menyebut lafadz shalawat - melancarkan pula usaha kita masing-masing menurut kesanggupan untuk bersinar dan berkembangnya agama (syari’at) yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Adapun bentuk-bentuk atau lafadz-lafadz shalawat yang shahih, diriwayatkan dari Nabi saw ada yang panjang dan ada pula yang pendek. Contoh shalawat yang panjang, antara lain ;

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ و بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي اْلعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

Artinya: “Ya Allah, muliakanlah oleh-Mu Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau muliakan keluarga (Nabi) Ibrahim dan berilah barokah kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah memberi barokah keluarga Ibrahim. Bahwasanya Engkau sangat terpuji lagi sangat mulia di seluruh alam.” (HR. Bukhari dari Abu Sa’id Kaab bin Ujrah)

Di antara contoh shalawat yang pendek:

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

Artinya: “Ya Allah, muliakanlah oleh-Mu (Nabi) Muhammad dan keluarganya.” (HR. An-Nasa’i dari Zaid Ibnu Kharifah)
Contoh-contoh lainnya bisa dibaca pada kitab-kitab Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, kitab-kitab Sunan dan Musnad Ahmad bin Hambal.

Pada zaman akhir-akhir ini, muncul pula beberapa penulis yang menyusun sendiri shalawat-shalawat kepada Nabi, ada yang berdasar kepada  kitab hadis tersebut di atas dan ada pula dari hasil susunannya sendiri, ada yang berlebih-lebihan, bahkan ada yang menyimpang. Di antara kitab yang bercorak seperti itu, ialah kitab Barzanji seperti yang Saudara tanyakan itu.

Hukum Barzanji
Sebaiknya tidak usah dibaca, karena di dalamnya (kalau mengerti bahasa Arab), ada lafadz-lafadz yang menyimpang dan meracuni keimanan. Berikut ini kami tunjukkan beberapa contoh dari kitab tersebut untuk menjadi perhatian Saudara;

1- وَ أُصَلِّي وَ أُسَلِّمُ عَلَى النُّوْرِ اْلمَوْصُوْفِ بِالتَّقَدُّمِ وَ اْلأَوْلِيَّةِ اْلمُنْتَقِلِ فِي اْلغُرَرِ اْلكَرِيْمَةِ وَ اْلجِبَاةِ

Artinya: “Aku ucapkan shalawat dan bahagia atas cahaya yang bersifat mula pertama, yang berpindah-pindah di ubun-ubun dahi-dahi yang mulia.”

Berdasarkan kebiasaan dalam kitab-kitab kisah maulid, maka yang dimaksud dengan اَلتَّقَدَّمُ وَ اْلأَوْلِيَّةُ (yang mula pertama) ialah ‘nur’ (cahaya) Muhammad saw yang diterangkan telah berwujud sebelum ada wujud-wujud yang lain, dan adanya segala makhluk Allah karena ‘nur’ Muhammad saw itu.

Paham seperti itu tidak mempunyai dasar dari nash-nash yang nyata dan terang, juga tidak berdasarkan kepada berita yang benar. Dapat kami katakan, ini merupakan pujian yang berlebih-lebihan untuk memuji Nabi saw, padahal Rasulullah saw sendiri tidak membutuhkan hal itu. Malah dapat dikatakan pelecehan terhadap diri Rasulullah saw. Lebih-lebih lagi kalau kita hubungkan dengan sabda beliau sebagai berikut;

لاَ تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَاتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدَ اللهِ وَرَسُولَهُ (رواه البخاري)

Artinya: “Janganlah kalian puji aku berlebih-lebihan, sebagaimana kaum Nashrani memuji berlebih-lebihan terhadap (Al-Masih) ibnu Maryam. Tetapi katakanlah aku (Muhammad) adalah hamba-Nya (Allah) dan pesuruh-Nya.”

2- وَ لَمَّا أَرَادَ اللهُ إِبْرَازَ اْلمُحَمَّدِيَّةِ وَ إِظْهَارَهُ جِسْمًا وَ رُوْحًا بِصُوْرَتِهِ وَ مَعْنَاهُ. نَقَلَهُ إِلَى مَقَرِّهِ مِنْ صَدَفَةِ آمِنَةَ اْلزُهْرِيَّةِ وَ خَصَّاهَا اْلقَرِيْبُ اْلمُجِيْبُ بِأَنْ تَكُوْنَ أُمًّا لِمُصْطَفَاهُ

Artinya: “Dan tatkala Allah menghendaki penjelmaan hakikat Muhammad dan pelahiran jisim, ruh dan bentuk yang semestinya, maka beliau dipindah ke dalam rahim ibunda Aminah Az-Zuhriyah, yang telah ditentukan Allah yang Maha Dekat lagi Maha Pengabul sebagai ibunya.”

Sangat jelas ungkapan ini sebagai penguat apa yang telah kita sebutkan pada contoh pertama (sebelumnya), yaitu Rasulullah semula merupakan cahaya (nur), lalu dijasadkan dalam bentuk manusia dan dijelmakan menjadi Nabi Muhammad saw. Kepecayaan terhadap nur Muhammad ini tidak mempunyai dasar dari nash, tidak bisa dijadikan i’tiqad (keimanan). Soal-soal yang berhubungan dengan aqidah (kepercayaan) harus didasarkan kepada dalil-dalil yang mutawatir.

3- وَ لَمَّا تَمَّ مِنْ حَمْلِهِ عَلَى الرَّاجِحِ تِسْعَةَ أَشْهُرٍ قَمَرِيَّةٍ وَ آنَ لِلزَّمَانِ أَنْ يَنْجَلِيَ عَنْهُ صَدَاهُ. حَضَرَ أُمَّهُ لَيْلَةَ مَوْلِدِهِ آسِيَةُ وَ مَرْيَمُ فِي نِسْوَةٍ مِنَ اْلحَظِيْرَةِ اْلقُدْسِيَّةِ. وَ أَخَذَهَا اْلمَخَاضُ فَوَلَدَتْهُ "ص" نُوْرًا يَتَلَأْلَأُ سَنَاهُ

Artinya: “Dan ketika telah cukup kandungan sembilan bulan Qamariyah dan sampai waktunya untuk menjelma dengan nyata, datanglah berkunjung malam itu pada ibunya Asiah dan Maryam beserta rombongan (bidadari-bidadari) dari surga dan setelah tiba saat kelahirannya, maka lahirlah Muhammad saw bagai cahaya yang memancar berkilau-kilauan.”
Dengan adanya ungkapan seperti itu, maka timbul pertanyaan, benarkah Asiah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran datang dengan para bidadari? Dari mana pengarang Kitab Barzanji itu memperoleh keterangan? Sebab sebanyak hadis Nabi yang ada (shahih), juga dalam ayat-ayat Al-Qur’an, tidak disebutkan mengenai hal itu. Kalau memang ada, tentu Rasulullah saw menjelaskannya.

Sekian kami kutip hal-hal yang aneh dari Kitab Barzanji dan masih banyak lagi (kalau Saudara bisa bahasa Arab, tolong baca yang lain-lainnya lagi). Karena itu tidak aneh bila ada orang mengatakan membaca Buku Barzanji nomer pitulikur (no. 27), utamakan membaca ayat Al-Qur’an dan lafadz-lafadz shalawat yang ada tuntunannya dari Nabi saw.
Dan perlu juga Saudara ketahui, ada suatu kebiasaan pada waktu membaca Kitab Barzanji orang-orang dianjurkan supaya berdiri, dan digambarakan (dikhayalkan) pada saat itu Nabi saw hadir di tengah-tengah mereka. Hal ini jelas suatu bid’ah dan paham yang tidak berdasar tuntunan dari Allah dan Rasul-Nya. Bahkan ketika Nabi masih hidup, kalau beliau hadir di suatu majelis, beliau melarang para shahabat berdiri menghormatinya. Beliau adalah Nabi, bukan raja yang senang dipuji berlebih-lebihan.^_^

 Sumber: Fatwa Tarjih Muhammadiyah tahun 2003

PD IPM Sleman membuka konsultasi tanya jawab agama via SMS ke Nomor 087738078585,
jawaban InsyaAllah dapat dipertanggungjawabkan.

[+/-] Selengkapnya...

Peran dan Posisi Ikatan Pelajar Muhammadiyah Dalam Mempertahankan Ideologi Umat dari Ancaman Liberalisme dan Pluralisme

Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) merupakan sebuah gerakan dakwah ilmiah yang telah hadir di Indonesia selama setengah abad. Kelahiran IPM yang jatuh pada tanggal 18 Juli 1961 tentu tidak lahir di atas ruang yang hampa. Dia lahir di atas kesadaran kolektif di kalangan internal Muhammadiyah, bahwa sekolah-sekolah Muhammadiyah yang ada pada saat itu sudah berkembang perlu dibentengi ideologi aqidah keislaman yang kuat agar tidak goyang oleh ideologi komunis yang berkembang pada saat itu , namun sekarang tantangan awal saat IPM didirikan sudah tiada, karena menurut  Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana termaktub dalam ketetapan nomor XXV/MPRS/1960, ideologi komunis berikut segala organisasi serta kegiatan yang mengembangkan paham komunisme telah diharamkan di tanah air Indonesia.

Sebagai organisasi yang mengedepankan cara berfikir yang aktif dan transformatif, IPM dituntut untuk selalu bergerak aktif memenuhi segala mobilitas pemikiran yang berkembang saat ini. Pada kenyataannya sekarang ideologi Islam tidak lagi hanya terancam oleh kristenisasi dan komunisme. Pada zaman yang telah maju ini muncul sebuah tantangan baru yang ironisnya muncul dan berkembang di kalangan umat Islam sendiri, yaitu sekularisme, pluralisme dan liberalisme, atau yang biasa disingkat dengan “sepilis”. Sekarang bagaimanakah Ikatan Pelajar Muhammadiyah seharusnya bersikap dalam menanggapi bahaya sepilis yang terus berkembang ini?

Latar belakang berdirinya IPM tidak terlepas dari latar belakang berdirnya Muhammadiyah sebagai “Gerakan Dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar” dan sebagai kensekuensi dari banyaknya sekolah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk membina dan mendidik kader.

Di samping itu situasi dan kondisi politik di Indonesia pada era rahun 1956-an, dimana pada masa ini merupakan masa kejayaan Partai Komunis Indonesia dan masa Orde lama. Muhammadiyah menghadapi tantangan yang sangat berat dari berbagai pihak. Sehingga karena itulah dirasakan perlu adanya dukungan terutama untuk menegakkan dan menjalankan misi Muhammadiyah. Oleh karena itu kehadiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai organisasi para pelajar yang terpanggil pada misi Muhammadiyah dan ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung dam penyempurna perjuangan Muhammadiyah.

Upaya dan keinginan pelajar Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi pelajar Muhammadiyah telah dirintis sejak tahun 1919. Akan tetapi selalu saja mendapat halangan dan rintangan dari berbagai pihak, termasuk oleh Muhammadiyah sendiri. Aktivitas pelajar Muhammadiyah untuk membentuk kader organisasi Muhammadiyah di kalangan pelajar akhirnya mendapat titik–titik terang dan mulai menunjukkan keberhasilannya, yaitu ketika pada tahun 1958, Konferensi Pemuda Muhammdiyah di Garut menempatkan organisasi pelajar Muhammmadiyah di bawah pengawasan Pemuda Muhammadiyah.

Keputusan Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Garut tersebut diperkuat pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah II yang berlangsung pada tanggal 24-28 Juli 1960 di Yogyakarta yakni dengan memutuskan untuk membentuk IPM (Keputusan II/ no.4). Rencana pendirian IPM tersebut dimatangkan lagi di dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Surakarta tanggal 18-20 Juli 1961 dan secara nasional melalui forum tersebut IPM dapat berdiri. Ditetapkan pula pada tangggal 5 Shafar 1381 bertepatan tanggal 18 Juli 1961 M sebagai hari kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Dari sejarah pendiriannya inilah dapat dilihat dengan jelas, bahwa pada hakikatnya IPM tidak berdiri begitu saja semudah telapak tangan. Pendiriannya memerlukan kerja keras dan kegigihan yang menyertai tujuan mulia pencetusnya, yaitu untuk menjadi pelopor, pelangsung dan penyempurna amanah umat untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Tentunya masyarakat Islam yang ingin diwujudkan harus bebas dari ideologi-ideologi yang dapat meruntuhkan kesatuan umat Islam, salah satunya adalah liberalisme dan pluralisme agama.

Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (al-Qur’an dan as-sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas, dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata . Dalam praktek pelaksanaannya, orang liberal tidak sepenuhnya beramal sesuai dengan dasar al-Qur’an. Hanya dalil yang dapat diterima akal saja yang diterima. Sedangkan ajaran yang tidak rasional dan tidak sesuai dengan alur pemikiran mereka akan tertolak. Padahal kekuasaan Allah ta’ala sangatlah besar. Dan akal manusia tidak akan sanggup mengejar ilmu dari Allah ta’ala.

Sedangkan pluralisme adalah suatu gagasan bahwa agama-agama besar di dunia merupakan konsepsi dan persepsi yang berbeda tentang, dan respon yang bervariasi terhadap realitas ketuhanan, yang sama, yang ultimate dan misterius.

Seorang pluralis sejati beranggapan bahwa yang Satu (Tuhan) bisa dipahami dan diyakini dalam berbagai bentuk dan tafsiran. Multi tafsiran dan pemahaman mengenai Yang Satu hanyalah alat atau jalan menuju ke hakikat absolut. bahwa pada orang lain juga terdapat komitmen mutlak pada pengalaman partikular keagamaannya seperti yang kita yakini. Pengalaman partikular keagamaan seseorang bersifat relatively absolute, sehingga ia harus mengakui  semua agama, termasuk Kristen, selalu mengandung elemen kebenaran dan tidak satu agama pun yang memiliki kebenaran mutlak,  konsep ketuhanan di muka bumi ini beragam dan tidak hanya satu .

Perhatikan keputusan Munas Majelis Tarjih di Jakarta tahun 2000 yang berbunyi sebagai berikut : ”sehubungan dengan munculnya pemahaman bahwa orang Islam yang mengklaim agama Islam sebagai yang paling benar adalah salah, berdasarkan al-Qur’an perlu ditegaskan kembali kepada warga Muhammadiyah bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan diridloi Allah.” Lihat pula Muqoddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dan Kitab Himpunan Putusan Tarjih pada Masalah Lima  yang berkaitan dengan pengertian Islam. Dinyatakan “Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah apa yang diturunkan Allah di dalam al-Qur’an dan yang tersebut dalam Sunnah yang shahih………” Maka sebagai organisasi yang berfungsi sebagai lembaga kader persyarikatan baik sebagai pimpinan maupun pemegang amal usaha di masa yang akan datang, IPM harus memiliki karakter dan sikap yang kuat dalam menghadapi permasalahan liberalisme dan sekularisme.

Menurut Zaini Munir dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pemberantasan liberalisme dan pluralisme tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan pendekatan personal yang khusus untuk dapat mengembalikan seorang pluralis  ke jalan yang lurus“. Pencegahan yang paling efektif adalah dengan membentengi aqidah umat ini dengan ideologi yang kuat agar dapat terhindar dari bahaya pluralisme dan sekularisme ini ,” tambah pengampu mata pelajaran aqidah Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta ini.

Disinilah seharusnya IPM mengambil peran strategis. Para pelajar yang umumnya sedang dalam masa pencarian jati diri sangat mudah terkontaminasi ideologi-ideologi asing tanpa ada pemilahan antara yang baik dan yang benar terlebih dahulu. IPM sebagai organisasi yang memiliki basis masa pelajar sudah sewajarnya memiliki tanggungjawab besar terhadap konsistensi keyakinan para pelajar.

IPM, khususnya pimpinan ranting yang merupakan perpanjangan tangan tangan pimpinan di atasnya yang bekerja langsung kepada anggota sudah seharusnya memulai gerakan-gerakan untuk menumbuhkan kesadaran internal dalam diri para siswa untuk bersiap akan bahaya pluralisme dan liberalisme yang dapat mengancam eksistensi keislaman mereka. Langkah kongkrit bisa dimulai dari internal pimpinan sendiri. Kemudian nantinya para kader pimpinan inilah yang akan meneruskan amanah umat utnuk menumbuhkan kesadaran para pelajar untuk selalu waspada bahaya liberalisme dan pluralisme serta turut berperan aktif dalam pencegahannya.

Pada masa yang lalu ter bukti IPM telah sukses melewati berbagai ideologi yang muncul dalam perkembangan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia, mulai dari Ideologi komunisme hingga nasionalisme berlebihan yang ditonjolkan saat masa pemerintahan Presiden Soeharto. Keadaan yang demikian menyebabkan terjadinya polarisasi kekuatan tidak hanya persaingan kekuasaan di dalam lembaga pemerintahan, bahkan juga dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam situasi seperti ini IPM lahir dan berproses membentuk dirinya. Maka sudah menjadi kewajaran bila pada saat keberaadaannya IPM banyak berfokus pada upaya untuk mengkonsolidasi dan menggalang kesatuan pelajar Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia ke dalam wadah IPM.

Upaya untuk menemukan karakter dan jati diri IPM sebagai gerakan kader dan dakwah IPM harus lebih tegas dengan konsep pengkaderan IPM yang telah lam dirumuskan. IPM yaitu paradigma kritis yang menekankan penanaman ideologi yang berbasis kepada ilmu. Perkembangan paradigma kritis tersebut  diharapkan dapat bermuara kepada lahirnya trilogi pembaharuan IPM, yaitu etos kerja, etos intelektual dan etos spiritual .

Memasuki era kedua Muhammadiyah yang telah memasuki usia satu abad ini, IPM harus menunjukkan eksistensinya agar tidak tenggelam dalam perkembangan zaman. Dengan harapan besar itulah IPM dituntut untuk dapat terus eksis di usianya yang memasuki setengah abad agar dapat mengikuti ayahnya, Muhammadiyah yang telah sukses memasuki usia satu abad.(hw)

by: KDI PD IPM Sleman

[+/-] Selengkapnya...

Rabu, 28 Maret 2012

Meluruskan Riwayat Ahmad Dahlan Dalam Novel “Sang Pencerah”

Novel Sang Pencerah menceritakan riwayat hidup KH.Ahmad Dahlan. Perjuangan beliau dalam dakwah patut menjadi teladan, kesabaran dan keistiqomahan tidak diragukan lagi. Beliau melakukan pembaruan dalam dunia Islam di Indonesia melalui organisasi yang bernama Muhammdiyah (1912), organisasi tertua yang kemudian disusul dengan berdirinya NU (Nahdatul Ulama) yang berdiri tahun 1926. Namun, ada hal–hal yang perlu diperhatikan, beberapa penyimpangan mengenai riwayat KH. Ahmad Dahlan pada novel tersebut. Tulisan ini bertujuan untuk meluruskan beberapa penyimpangan dalam menulis riwayat KH. Ahmad Dahlan dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral.

Dalam prolog novel tersebut tercatat tahun 1904, KH. Ahmad Dahlan yang sebelumnya bernama Muhammad Darwis, berada di Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan sedang menghadap Sri Sultan Hamengkubowono VII, dan Sri Sultan memerintahkan agar KH. Ahmad Dahlan untuk kembali ke Mekkah. Tahun 1904, seharusnya beliau sudah pulang ke Yogyakarta setelah untuk yang kedua kalinya beliau pergi ke Mekkah selama tiga tahun, dari tahun 1902 sampai 1904. Pada tahun tersebut pula KH. Ahmad Dahlan sempat berguru dengan KH. Hasyim Asy’ari, pendiri kelompol Nahdatul Ulama.
Sebelumnya, pada tahun 1883 sampai 1888 KH. Ahmad Dahlan pergi haji sekaligus belajar di Mekkah, beliau mempelajari buku-buku terbitan Mesir dan Irak selain dari terbitan Mekkah, dan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh, Jamaludin Al Afghani, Rasyid Ridha dan Imam Ibnu Taimiyah. Sepulangnya dari Mekkah pada kepergiannya yang pertama, KH. Ahmad Dahlan menikahi sepupunya sendiri, Walidah. KH. Ahmad Dahlan tidak pernah bertemu dengan Rasyid Ridho untuk pergi haji yang kedua kalinya (1902), dan hanya mempelajari pemikiran – pemikirannya, selama di Mekkah KH. Ahmad Dahlan bertemu dengan Muhammad Khatib Minangkabau, Nawawi Al Bantani, Kiyai Mas Abdullah Surabaya, Kiyai Faqih Gresik.
Biola yang dimiliki beliau seperti yang dikisahkan dalam novel, tidak ada dalam buku biografi atau mengenai sejarah Muhammadiyah bahwa beliau pernah memiliki alat musik biola. Di novel tersebut, KH. Ahmad Dahlan mencoba bahwa keislaman masyarakat saat itu masih dibumbui dengan mitos dan takhayul, sehingga membuat tidak jelas makna Islam yang disebutnya “agama yang membawa ketenangan dan keindahan bagi siapa saja”. Ketika ditanya mengenai apa keindahan dan ketenangan, KH. Ahmad Dahlan hanya menyuruh muridnya memainkan biola dan meresapinya,.
Sempat menyinggung sedikit mengenai Utsman bin Affan yang pernah melakukan kesalahan sampai menimbulkan perang saudara. KH. Ahmad Dahlan berbicara seperti ini, “Maksudku jangankan para Ngarsa Dalem, Khalifah besar seperti Utsman bin Affan r.a. saja pernah melakukan kesalahan sampai menimbulkan perang saudara, bukan? Mas Noor tahu sejarah ini”. Itu bukan kesalahan Utsman bin Affan, tetapi para pemberontak yang melakukan makar. Saat Utsman bin Affan menjabat sebagai khalifah selama 15 tahun, ada orang munafik yang bernama Abdullah bin Saba’ yang menyuruh orang – orang Yahudi berpura – pura masuk Islam untuk menebar fitnah, kemudian adanya kaum munafik yang membuat makar terhadap Utsman bin Affan.
Utsman bin Affan merupakan tipe orang yang tsiqoh (percaya), lembut dan berlapang dada, maka dimanfaatkan oleh pemberontak yang bernama Marwan Al Hakam. Ia adalah sekretaris Utsman bin Affan ketika menjabat sebagai khalifah, yang diduga menyalahgunakan jabatannya dengan memalsukan tanda tangan Utsman untuk memecat gubernur Kuffah. Utsman bin Affan adalah salah satu dari sahabat Rasulullah saw yang dijamin surga tanpa hisab.
Mengenai penentuan arah kiblat, dalam novel tersebut diceritakan ketika masuk shalat subuh setelah satu malam melakukan musyawarah dengan 17 orang ulama, KH. Ahmad Dahlan tidak mengikuti imam shalat subuh. Iman shalat subuh ketika itu shalat subuh tidak tepat dengan arah kiblat yang benar, tiba – tiba beliau mengubah arah kiblat sendiri. Dalam ilmu fiqih shalat, tidak boleh makmum tidak mengikuti imam. Makmum harus mengikuti imam shalat sampai selesai. Kecuali, jika imam shalat batal shalatnya, bagi makmum laki – laki mengucapkan “subhanallah” dan bagi makmum perempuan dengan cara menepuk tangan sebanyak tiga kali. Apakah mungkin seorang KH. Ahmad Dahlan melakukan shalat dengan shaf yang berbeda dengan imam? Padahal, beliau berposisi sebagai makmum. Ini merupakan sikap ekstrim, padahal beliau belajar di tanah Jazirah Arab selama delapan tahun. Musyarah yang dilakukan saat itu berlangsung dengan tertib, bahkan para peserta musyarawah bersalaman dan mengucapkan terima kasih, walau tidak memperoleh kesepakatan.
Sebuah hadits dikatakan, dari Jabir berkata, “Rasulullah saw., terjatuh dari kudanya di Madinah pada batang kurma, maka telapak kakinya terkilir, lalu kami menjenguk di kamar Aisyah r.a. Kami mendatanginya sedangkan Nabi sedang shalat sambil duduk, maka kami shalat di belakang beliau dengan berdiri. Kemudian kami mendatanginya sekali lagi sedangkan beliau tengah shalat fardhu sambil duduk, maka kami shalat di belakang beliau sambil berdiri, tetapi beliau mengisyaratkan kami untuk duduk. Setelah shalat beliau bersabda, ‘Bila imam shalat dengan duduk maka shalatlah dengan duduk, dan bila shalat dengan berdiri maka shalatlah dengan berdiri. Janganlah berdiri sedangkan imam duduk, seperti yang dilakukan oleh orang – orang Persi terhadap pembesar – pembesar mereka’”.
Pada kisah penghancuran Langgar Kidul, yang merupakan peninggalan ayah beliau–karena langgar tersebut langsung mengarah pada kiblat—dihancurkan dengan cara membabi buta dengan teriakan takbir dan kafir oleh yang tidak setuju dengan perubahan arah kiblat. Dalam buku Muhammadiyyah sebagai Gerakan Islam, dikatakan bahwa Penghulu KH. Muhammad Khalil Kamaludiningrat menyampaikan secara lisan agar membongkar suraunya (Langgar Kidul). KH. Ahmad Dahlan tidak bisa melaksanakan perintah tersebut, KH. Muhammad Khalil menyuruh 10 orang kuli dengan peralatan lengklap untuk membongkar. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1898. (Kamal : 2005)
Tahun 1909 KH. Ahmad Dahlan memang sempat bergabung dengan Boedi Oetomo, namun itu tidak lama. KH. Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo adalah untuk mengajarkan Islam kepada para anggotanya, namun pernah menolak usulan KH. Ahmad Dahlan untuk mengadakan kajian keislaman di dalam Boedi Oetomo. Banyak pertanyaan mengenai bergabungnya KH. Ahmad Dahlan ke Boedi Oetomo, karena anggota Boedi Oetmo adalah orang – orang Freemasonry yang sama sekali tidak mendukung kemerdekaan Indonesia. Mereka hanya mengutamanakan orang – orang bangsawan dan priyai, bahkan mendukung penjajahan Belanda di Indonesia. Anehnya, dalam novel tersebut pendeklarasian organisasi Muhammdiyah, diadakan di Lodge Malioboro. Lodge adalah tempat berkumpul atau tempat ritual upacara orang – orang Freemasonry.
Dalam novel tersebut KH. Ahmad Dahlan sangat dekat dengan Boedi Oetomo, bahkan mendapat dukungan untuk mendirikan organisasi yang bernama Muhammadiyah pada tahun 1912. Tidak hanya itu, pada kongres Boedi Oetomo diselenggarakan di rumah KH. Ahmad Dahlan. KH. Ahmad Dahlan tidak hanya aktif di organisasi tersebut, tetapi juga ada Jam’iyatul Khair, Syarikat Islam (SI), dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Kenapa yang ditonjolkan adalah organisasi Boedi Oetomo? Kenapa tidak menulis riwayat beliau ketika berkiprah di SI? Apakah ada kepentingan politik juga dalam novel tersebut? KH. Ahmad Dahlan memang memulai belajar berorganisasi adalah melalui organisasi Boedi Oetomo.
Tahun 1909 – 1912 KH. Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo, kemudian menarik diri dari Boedi Oetomo dan mendirikan organisasi Muhammadiyah yang berdiri pada tanggal 18 November 1912. Pendiri Boedi Oetomo pernah mengeluarkan pernyataan yang menghina Islam, tidak perlu pergi haji, karena hanya buang – buang waktu saja. Organisasi kepemudaannya pun turut menghina ajaran Islam, terutama tentang perkawinan. Boedi Oetomo sebenarnya hanya sebagai alat orang – orang Freemasonry untuk bisa masuk perpolitikan di Indonesia. Freemason adalah sebuah organisasi persaudaraan internasional, yang merupakan gerakan rahasia dari kaum Zionis dan Yahudi, berdiri pada abad ke 14 bertempat di Skotlandia. Tujuan mereka jelas, untuk menghancurkan umat Islam di seluruh dunia.
Awalnya, Freemasonry diambil dari cerita “Sefer Qabbalahh”, Abram adalah nenek moyang orang Israil yang telah mewariskan rumah Eloh di bukit Moria. Setelah rumah itu hancur karena di tinggal oleh Imam Ya’qub dan keluarganya hijrah ke Mesir, maka Raja Salomon hendak menggantikan dengan sebuah rumah baru yang bernama “Haikal Sulaiman”. Raja Salomon menyuruh orang untuk menjemput Prof.Heram dari negeri Sor, ia adalah pengecor tembaga dan ahli dalam membuat rumah batu. Untuk mendirikan bangunan tersebut, ia memanggil para tukang batu bebas (Mason). Freemason berarti himpunan para tukang batu bebas atau disebut juga Tarekat Mason Bebas. Dalam bahasa Arab disebut Masuniyyah, sedangkan dalam bahasa Perancis disebut Vrij Metselarij.
Selama di Syarikat Islam (1913), KH. Ahmad Dahlan menempati jabatan penting, yaitu menjadi Penasehat Pusat dan Komisariat Central Syarikat islam sekaligus menjadi ahli propaganda aspek dakwah bagi Syarikat Islam. Tidak hanya itu, beliau termasuk rombongan yang mewakili pengesahan Badan Hukum Syarikat Islam bersama HOS. Cokroamonoto. Tahun 1905 beliau juga bergabung dengan Jam’iyatul Khair dari kalangan pribumi bersama Husein Jayadiningrat.
Setelah mendirikan Muhammadiyah, pada tanggal 20 Desember 1912 KH. Ahmad Dahlan mengajukkan permohonan kepada Hindia Belanda agar organiasasi Muhammdiyah berbadan hukum, namun baru dipenuhi oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1914. Izin tersebut hanya berlaku dan bergerak untuk di daerah Yogyakarta, ada kekhawatiran dari pemerintah Belanda dengan adanya organisasi Muhammadiyah, sehingga kegiatan – kegiatannya dibatasi. Ruang gerak dibatasi tidak menghalagi pergerakan Muhammadiyah, bahkan bertambah menyebar ke Srandakan, Wonogiri dan Imogiri. Ini sangat bertentangan dengan pemerintah Hindia Belada, KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menggunakan nama lain untuk cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta. Nurul Islam di Pekalongan, Al Munir di Ujung Pandang, Ahmadiyah di Garut, Sidiq Amanah Tabligh Fatanah (SATF) di Solo yang mendapat pimpinan Muhammdiyah. Pada tanggal 1917, KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi kewanitaan Muhammadiyah yang bernama Aisyiyah.
Pada tanggal 7 Mei 1921, mengajukkan permohonan kembali kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia, karena pada saat itu Muhammadiyah sudah berkembang. Permohonan tersebut baru dikabulkan pada tanggal 2 September 1921. KH. Ahmad Dahlan adalah orang yang demokratis, dalam pelaksaan gerak dakwah Muhammadiyah beliau memfasilitasi para anggotanya untuk mengevaluasi dan pemilihan pimpinan Muhammadiyah. Selama hidupnya, dalam gerakan dakwah Muhammadiyah, telah mengadakan dua belas kali pertemuan dalam setahun. Saat itu dipakai istilah Algeemene Vergadering (Persidangan Umum).
Semenjak ayahnya wafat, KH. Ahmad Dahlan menggantikan ayahnya sebagai ketib Masjid Agung, Kauman, Yogyakarta. Oleh teman seprofesinya dan para kiyai, KH. Ahmad Dahlan diberi gelar ketib amin (khatib yang dipercaya). Kesibukannya sebagai wirausaha batik yang sukses, KH. Ahmad Dahlan tetap menambah tsaqofah (wawasan) atau ilmu dengan mendatangi ulama – ulama untuk memperbaiki umat tempat beliau tinggal, sampai beliau meninggal pada tanggal 25 Februari 1923.
Novel Sang Pencerah menampilkan riwayat tokoh KH. Ahmad Dahlan, tetapi dalam novel tersebut tidak disajikan secara lengkap, dari kelahiran sampai wafatnya KH. Ahmad Dahlan, bisa dikatakan juga sepotong – sepotong. Sangat disayangkan. Tidak semua orang tahu mengenai sosok KH. Ahmad Dahlan dan pergerakan dakwah melalui organisasi yang didirikan beliau sendiri yang bernama Muhammadiyah. Sebagai akademisi, diperlukan pemikiran kritis dalam memahami sejarah Islam di Indonesia. Tidak hanya dipahami, tapi juga dipelajari.
Melalui film dan novel Sang Pencerah ini mudah – mudahan bisa menambah wawasan masyarakat tentang sosok KH. Ahmad Dahlan dan pergerakan dakwah beliau. Akan lebih baik jika menyajikannya dengan meluruskan sejarah di Indonesia, karena sejarah Islam di Indonesia sudah banyak yang didistorsi. Jadikan sejarah Islam di Indonesia ini benar – benar objektif, bukan subjektif. Tidak hanya dalam novel, tetapi juga dalam film Sang Pencerah.

[+/-] Selengkapnya...

Tanya Jawab Agama: Bolehkah Menghadiri Perayaan Natal??

Assalamu'alaikum,,
mas, mau tanya kalo qta boleh gx pergi acara natalantetangga n temen deket???

sent:
26 Desember 2011
15:03
sender: 08564361XXXX


Sebenarnya sejak awal sejarah hidup berdampingannya umat Islam dengan umat nasrani, tidak pernah muncul masalah tentang hukum ucapan selamat natal. Hal terjadi lantaran sejak dahulu, umat nasrani yang hidup di bawah perlindungan umat Islam selalu melakukan ibadah mereka dengan bebas dan terjamin. Mereka tahu bahwa upacara peribadatan berupa perayaan natal itu hanyalah milik mereka dan bukan milik umat Islam. Sehingga ketika mereka melakukannya, hanya mereka lakukan di dalam rumah ibadah mereka saja. Jadi hanya mereka saja yang hadir dan merupakan acara yang tertutup buat kalangan agama lain seperti muslimin.

Dalam jaminan umat Islam, para pemeluk nasrani itu menghirup udara kebebasan beragama dan menjalankan ibadah mereka sepanjang catatan sejarah. Umat Islam dilarang untuk mengganggu mereka atau ikut campur dalam tata peribadatan mereka. Dan mereka pun tahu diri untuk tidak membawa-bawa upacara ibadah mereka keluar tembok gereja.

Itu yang terjadi sepanjang sejarah, sehingga kita memang tidak mendapatkan nash sharih dari Al-Quran Al-Karim dan sunnah yang memberikan tekanan atas pelarangan mengucapkan selamat natal. Begitu juga dalam kitab-kitab fiqih, kita jarang mendapati ada bab yang secara khusus membahas tentang fatwa ucapan natal, apalagi tentang menghadiri perayaan natal.

Peringatan Natal, memiliki makna ‘Memperingati dan mengahayati kelahiran Yesus Kristus’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas terbitan Balai Pustaka). Menurut orang-orang nasrani, Yesus (dalam Islam disebut dengan ‘Isa) dianggap sebagai anak Tuhan yang lahir dari rahim Bunda Maria. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan syariat Islam yang mengimani bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihis sallam bukanlah anak Tuhan yang dilahirkan ke dunia melainkan salah satu nabi dari nabi-nabi yang Allah utus untuk hamba-hamba-Nya.

Atas nama toleransi dalam beragama, banyak umat Islam yang mengucapkan selamat natal kepada umat nasrani baik kepada kerabat maupun teman. Menurut mereka, ini adalah salah satu cara untuk menghormati mereka. Ini alasan yang tidak benar, sikap toleransi dan menghormati tidak mesti diwujudkan dengan mengucapkan selamat kepada mereka karena di dalam ucapan tersebut terkandung makna kita setuju dan ridha dengan ibadah yang mereka lakukan. Jelas, ini bertentangan dengan aqidah Islam.

Hukum menghadiri perayaan non muslim adalah haram berdasarkan kesepakatan (ijma’) para ulama, demikian pula yang menjadi pendapat Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad. Bahkan Ibnul Qayyim menyatakan adanya kata sepakat dari para ulama (baca: ijma') dalam kitabnya Ahkamu Ahli Dzimmah. Sehingga jika ada ulama sekarang yang membolehkan untuk menghadiri perayaan non muslim, justru ia yang keliru dan telah salah jalan sehingga tidak pantas dijadikan rujukan.


Berbuat kebaikan kepada mereka dalam hal ini adalah bukan dengan ikut memberikan selamat Hari Natal dikarenakan alasan diatas akan tetapi dengan tidak mengganggu mereka didalam merayakannya (aspek sosial).

Pemberian ucapan selamat Natal baik dengan lisan, telepon, sms, email ataupun pengiriman kartu berarti sudah memberikan pengakuan terhadap agama mereka dan rela dengan prinsip-prinsip agama mereka. Hal ini dilarang oleh Allah swt dalam firman-Nya,

 “Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar : 7)

Jadi pemberian ucapan Selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani baik ia adalah kerabat, teman dekat, tetangga, teman kantor, teman sekolah dan lainnya adalah haram hukumnya.

Bukan berarti hal itu juga membuat kita harus bermusuhan dengan pemeluk agama lain. Juga tidak mengharuskan kita kehilangan basa-basi dengan mereka. Dan bangsa kita paling terkenal dengan keramahan dan basa-basinya. Sehingga bila sehari-hari kita bersikap ramah dan baik kepada teman non muslim, lalu tiba-tiba pada hari Natal mulut kita terkunci mati lantaran takut 'terpaksa harus' mengucapkan Natal, tentu menjadi rusaklah suasananya. Dan semakin kuatlah imej bahwa orang yang fanatik Islam itu memang tidak bisa ramah dengan non muslim. Jadi kita tetap dibolehkan berbasa basi dengan mereka meski dalam suasana hari Natal.

Namun ungkapannya tentu bukan selamat Natal. Sebagian kalangan ada yang membolehkan bila kita terpaksa berbasa-basi dengan bertanya, "Bagaimana keadaan Anda hari ini?", atau "Bagaimana perayaan natal Anda?", atau "Anda merayakan Natal kemarin di mana?" Kalimat-kalimat itu sama sekali bukan ungkapan selamat, tetapi basa-basi semata. Menanyakan kabar tidak berarti meridhainya, berbeda dengan mengucapkan selamat. Meski pendapat ini belum tentu diterima semua pihak, namun yang pasti lebih ringan dari pada ucapan langsung tentang selamat Natal. Karena yang terlarang adalah mengucapkan selamat, karena meski niatnya basa-basi, namun maknanya mendalam.

Wallahu a'lam bishshawab.


PD IPM Sleman membuka konsultasi tanya jawab agama via SMS ke Nomor 087738078585,
jawaban InsyaAllah dapat dipertanggungjawabkan.

[+/-] Selengkapnya...