MEMUTUSKAN
Menetapkan:
FATWA
TENTANG HUKUM MEROKOK
Pertama : Amar
Fatwa
1.
Wajib
hukumnya mengupayakan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya
suatu kondisi hidup sehat yang merupakan hak setiap orang dan merupakan bagian
dari tujuan syariah (maqshid asy-syar‘iyah);
2.
Merokok
hukumnya adalah haram karena:
a.
merokok
termasuk kategori perbuatan melakukan khaba'its yang dilarang dalam Q. 7:
157,
b.
perbuatan
merokok mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan bahkan
merupakan perbuatan bunuh diri secara perlahan sehingga oleh karena itu
bertentangan dengan larangan al-Quran dalam Q. 2: 195 dan 4: 29,
c.
perbuatan
merokok membahayakan diri dan orang lain yang terkena paparan asap rokok sebab
rokok adalah zat adiktif dan berbahaya sebagaimana telah disepakati oleh para
ahli medis dan para akademisi dan oleh karena itu merokok bertentangan dengan
prinsip syariah dalam hadis Nabi saw bahwa tidak ada perbuatan membahayakan
diri sendiri dan membahayakan orang lain,
d.
rokok
diakui sebagai zat adiktif dan mengandung unsur racun yang membahayakan
walaupun tidak seketika melainkan dalam beberapa waktu kemudian sehingga oleh
karena itu perbuatan merokok termasuk kategori melakukan suatu yang
melemahkan sehingga bertentangan dengan hadis Nabi saw yang melarang setiap perkara yang
memabukkan dan melemahkan.
e.
Oleh
karena merokok jelas membahayakan kesehatan bagi perokok dan orang sekitar yang
terkena paparan asap rokok, maka pembelajaan uang untuk rokok berarti melakukan
perbuatan mubazir (pemborosan) yang dilarang dalam Q. 17: 26-27,
f.
Merokok
bertentangan dengan unsur-unsur tujuan syariah , yaitu
(1) perlindungan agama , (2) perlindungan jiwa/raga , (3) perlindungan akal , (4) perlindungan keluarga , dan (5) perlindungan harta.
3.
Mereka
yang belum atau tidak merokok wajib menghindarkan diri dan keluarganya dari
percobaan merokok sesuai dengan Q. 66: 6 yang menyatakan, “Wahai orang-orang
beriman hindarkanlah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
4.
Mereka
yang telah terlanjur menjadi perokok wajib melakukan upaya dan berusaha sesuai
dengan kemampuannya untuk berhenti dari kebiasaan merokok dengan mengingat Q.
29: 69, “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, benar-benar
akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik,” dan Q. 2: 286, “Allah tidak akan membebani
seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya; ia akan mendapat hasil apa yang
ia usahakan dan memikul akibat perbuatan yang dia lakukan;” dan untuk itu
pusat-pusat kesehatan di lingkungan Muhammadiyah harus mengupayakan adanya fasilitas
untuk memberikan terapi guna membantu orang yang berupaya berhenti merokok.
5.
Fatwa
ini diterapkan dengan mengingat prinsip at-tadriij (berangsur), at-taisiir (kemudahan), dan ‘adam al-haraj (tidak mempersulit).
6.
Dengan
dikeluarkannya fatwa ini, maka fatwa-fatwa tentang merokok yang sebelumnya telah
dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
dinyatakan tidak berlaku.
Kedua:
Tausiah
1.
Kepada
Persyarikatan Muhammadiyah direkomendasikan agar berpartisipasi aktif dalam
upaya pengendalian tembakau sebagai bagian dari upaya pemeliharaan dan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan dalam kerangka amar
makruf nahi munkar.
2.
Seluruh
fungsionaris pengurus Persyarikatan Muhammadiyah pada semua jajaran hendaknya
menjadi teladan dalam upaya menciptakan masyarakat yang bebas dari bahaya rokok.
3.
Kepada
pemerintah diharapkan untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco
Control (FCTC) guna penguatan landasan bagi upaya pengendalian tembakau dalam
rangka pembangunan kesehatan masyarakat yang optimal, dan mengambil kebijakan
yang konsisten dalam upaya pengendalian tembakau dengan meningkatkan cukai
tembakau hingga pada batas tertinggi yang diizinkan undang-undang, dan melarang
iklan rokok yang dapat merangsang generasi muda tunas bangsa untuk mencoba
merokok, serta membantu dan memfasilitasi upaya diversifikasi dan alih usaha
dan tanaman bagi petani tembakau.
Difatwakan di Yogyakarta,
pada hari Senin, 22 Rabiul
Awal 1431 H
bertepatan dengan 08 Maret 2010 M,
Majelis
Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Ketua, Sekretaris,
Prof. Dr. H. Syamsul
Anwar, M.A.
Drs. H. Dahwan, M. Si.
Lampiran
Fatwa No. 6/SM/MTT/III/2010
DALIL-DALIL
FATWA
A. al-Muqaddimaat
an-Naqliyyah (Penegasan Premis-premis Syariah)
1. Agama Islam (syariah)
menghalalkan segala yang baik dan mengharamkan khaba'its (segala yang buruk),
sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran,
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ
الْخَبَائِثَ [الأعراف 157]
Artinya: “… dan menghalalkan
bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk … ”
[Q. 7:157].
2. Agama Islam (syariah)
melarang menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan perbuatan bunuh diri sebagaimana
dinyatakan dalam al-Quran,
وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى
التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ [البقرة : 195]
Artinya: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik” [Q. 2: 195].
وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ
رَحِيمًا [ النساء: 29]
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu” [Q. 4:
29].
3. Larangan perbuatan
mubazir dalam al-Quran,
وَءَاتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ
وَابْنَ السَّبِيلِ وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا . إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا
إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا [الإسراء : 26-27]
Artinya: “Dan berikanlah
kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang
yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros, karena sesungguhnya para pemboros adalah saudara-saudara setan, dan
setan itu sangat ingkar pada Tuhannya” [Q 17: 26-27].
4. Larangan menimbulkan
mudarat atau bahaya pada diri sendiri dan pada orang lain dalam hadis riwayat
Ibn Majah, Ahmad, dan Malik,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ [رواه ابن ماجة وأحمد ومالك]
Artinya: Tidak
ada bahaya terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain [HR Ibn Majah, Ahmad,
dan Malik].
5. Larangan perbuatan
memabukkan dan melemahkan sebagaimana disebutkan dalam hadis,
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ
أَنَّ رَسُوْلَ الله ِصَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ُكِّل مُسْكِرٍ
وَمُفْتِرٍ [رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ]
Artinya: “Dari Ummi Salamah bahwa Rasulullah saw melarang setiap yang memabukkan
dan setiap yang melemahkan” [HR Ahmad dan Ab Dawd]
6. Agama Islam (syariah) mempunyai
tujuan (maqashid asy-syar'iyah) untuk mewujudkan kemaslahatan hidup
manusia. Perwujudan tujuan tersebut dicapai melalui perlindungan terhadap agama, perlindungan terhadap jiwa/raga,
perlindungan terhadap akal, perlindungan terhadap
keluarga, dan perlindungan terhadap harta. Perlindungan terhadap agama dilakukan dengan peningkatan ketakwaan
melalui pembinaan hubungan vertikal kepada Allah SWT dan hubungan horizontal
kepada sesama dan kepada alam lingkungan dengan mematuhi berbagai norma dan
petunjuk syariah tentang bagaimana berbuat baik terhadap Allah,
manusia dan alam lingkungan. Perlindungan terhadap jiwa/raga diwujudkan melalui
upaya mempertahankan suatu standar hidup yang sehat secara jasmani dan rohani
serta menghindarkan semua faktor yang dapat membahayakan dan merusak manusia
secara fisik dan psikhis, termasuk menghindari perbuatan yang berakibat bunuh
diri walaupun secara perlahan dan perbuatan menjatuhkan diri kepada kebinasaan
yang dilarang di dalam al-Quran. Perlindungan terhadap akal dilakukan dengan
upaya antara lain membangun manusia yang cerdas termasuk mengupayakan
pendidikan yang terbaik dan menghindari segala hal yang bertentangan dengan
upaya pencerdasan manusia. Perlindungan terhadap keluarga diwujudkan antara
lain melalui upaya penciptaan suasana hidup keluarga yang sakinah dan
penciptaan kehidupan yang sehat termasuk dan terutama bagi anak-anak yang
merupakan tunas bangsa dan umat. Perlindungan terhadap harta diwujudkan antara
lain melalui pemeliharaan dan pengembangan harta kekayaan materiil yang penting
dalam rangka menunjang kehidupan ekonomi yang sejahtera dan oleh karena itu
dilarang berbuat mubazir dan menghamburkan harta untuk hal-hal yang tidak berguna
dan bahkan merusak diri manusia sendiri.
B. Penegasan Fakta Syar’i
1. Penggunaan untuk
konsumsi dalam bentuk rokok merupakan 98 % dari pemanfaatan produk tembakau,
dan hanya 2 % untuk penggunaan lainnya.
2. Rokok ditengarai sebagai
produk berbahaya dan adiktif serta
mengandung 4000 zat kimia, di mana 69 di antaranya adalah karsinogenik
(pencetus kanker).
Beberapa zat berbahaya di dalam rokok tersebut di antaranya tar, sianida,
arsen, formalin, karbonmonoksida, dan nitrosamin. Kalangan
medis dan para akademisi telah menyepakati bahwa konsumsi tembakau adalah salah
satu penyebab kematian yang harus segera ditanggulangi. Direktur Jendral WHO,
Dr. Margaret Chan, melaporkan bahwa epidemi tembakau telah membunuh 5,4 juta
orang pertahun lantaran kanker paru dan penyakit jantung serta lain-lain penyakit
yang diakibatkan oleh merokok. Itu berarti bahwa satu kematian di dunia akibat
rokok untuk setiap 5,8 detik. Apabila tindakan pengendalian yang tepat tidak
dilakukan, diperkirakan 8 juta orang akan mengalami kematian setiap tahun
akibat rokok menjelang tahun 2030. Selama
abad ke-20, 100 juta orang meninggal karena rokok, dan selama abad ke-21
diestimasikan bahwa sekitar 1 milyar nyawa akan melayang akibat rokok.
3. Kematian balita di
lingkungan orang tua merokok lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua tidak
merokok baik di perkotaan maupun di pedesaan. Kematian balita dengan ayah
perokok di perkotaan mencapai 8,1 % dan di pedesaan mencapai 10,9 %. Sementara
kematian balita dengan ayah tidak merokok di perkotaan 6,6 % dan di pedesaan
7,6 %. Resiko
kematian populasi balita dari keluarga perokok berkisar antara 14 % di
perkotaan dan 24 % di pedesaan. Dengan kata lain, 1 dari 5 kematian balita
terkait dengan perilaku merokok orang tua. Dari angka kematian balita 162 ribu
per tahun (Unicef 2006), maka 32.400 kematian dikontribusi oleh perilaku
merokok orang tua.
4. Adalah suatu fakta bahwa
keluarga termiskin justeru mempunyai prevalensi merokok lebih tinggi daripada
kelompok pendapatan terkaya. Angka-angka SUSENAS 2006 mencatat bahwa
pengeluaran keluarga termiskin untuk membeli rokok mencapai 11,9 %, sementara
keluarga terkaya pengeluaran rokoknya hanya 6,8 %. Pengeluaran keluarga
termiskin untuk rokok sebesar 11,9 % itu menempati urutan kedua setelah
pengeluaran untuk beras. Fakta ini memperlihatkan bahwa rokok pada keluarga
miskin perokok menggeser kebutuhan makanan bergizi esensial bagi pertumbuhan
balita. Ini
artinya balita harus memikul risiko kurang gizi demi menyisihkan biaya untuk
pembelian rokok yang beracun dan penyebab banyak penyakit mematikan itu. Ini
jelas bertentangan dengan perlindungan keluarga dan perlindungan akal (kecerdasan)
dalam maq±¡id asy-syar³‘ah yang menghendaki pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan serta pengembangan kecerdasan melalui makanan bergizi.
5. Dikaitkan dengan aspek
sosial-ekonomi tembakau, data menunjukkan bahwa peningkatan produksi rokok
selama periode 1961-2001 sebanyak 7 kali lipat tidak sebanding dengan perluasan
lahan tanaman tembakau yang konstan bahkan cenderung menurun 0,8 % tahun 2005.
Ini artinya pemenuhan kebutuhan daun tembakau dilakukan melalui impor. Selisih
nilai ekspor daun tembakau dengan impornya selalu negatif sejak tahun 1993
hingga tahun 2005. Selama
periode tahun 2001-2005, devisa terbuang untuk impor daun tembakau rata-rata
US$ 35 juta.
Bagi petani tembakau yang menurut Deptan tahun 2005 berjumlah 684.000 orang,
pekerjaan ini tidak begitu menjanjikan karena beberapa faktor. Mereka umumnya
memilih pertanian tembakau karena faktor turun temurun. Tidak ada petani
tembakau yang murni; mereka mempunyai usaha lain atau menanam tanaman lain di
luar musim tembakau. Mereka tidak memiliki posisi tawar yang kuat menyangkut
harga tembakau. Kenaikan harga tembakau tiga tahun terakhir tidak membawa dampak
berarti kepada petani tembakau karena kenaikan itu diiringi dengan kenaikan
biaya produksi. Pendidikan para buruh tani rendah, 69 % hanya tamat SD atau
tidak bersekolah sama sekali, dan 58 % tinggal di rumah berlantai tanah. Sedang
petani pengelola 64 % berpendidikan SD atau tidak bersekolah sama sekali dan 42
% masih tinggal di rumah berlantai tanah. Upah buruh tani tembakau di bawah
Upah Minimum Kabupaten (UMK): Kendal 68 % UMK, Bojonegoro 78 % UMK, dan Lombok
Timur 50 % UMK. Upah buruh tani tembakau termasuk yang terendah, perbulan Rp.
94.562, separuh upah petani tebu dan 30 % dari rata-rata upah nasional sebesar
Rp. 287.716,- per bulan pada tahun tersebut. Oleh karena itu 2 dari 3 buruh
tani tembakau menginginkan mencari pekerjaan lain, dan 64 % petani pengelola
menginginkan hal yang sama. Ini
memerlukan upaya membantu petani pengelola dan buruh tani tembakau untuk
melakukan alih usaha dari sektor tembakau ke usaha lain.
6. Pemaparan dalam Halaqah
Tarjih tentang Fikih Pengendalian Tembakau hari Ahad 21 Rabiul Awal 1431 H / 07
Maret 2010 M, mengungkapkan bahwa Indonesia belum menandatangani dan
meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sehingga belum ada
dasar yang kuat untuk melakukan upaya pengendalian dampak buruk tembakau bagi
kesehatan masyarakat. Selain itu terungkap pula bahwa cukai tembakau di
Indonesia masih rendah dibandingkan beberapa negara lain sehingga harga rokok
di Indonesia sangat murah yang akibatnya mudah dijangkau keluarga miskin dan
bahkan bagi anak sehingga prevalensi merokok
tetap tinggi. Selain itu iklan rokok juga ikut merangsang hasrat mengkonsumsi
zat berbahaya ini.
Fakta di sekitar tembakau yang
dikemukakan pada butir 1 hingga 6 pada huruf B. (Penegasan
Fakta Syar’i) di atas memperlihat bahwa rokok dan perilaku merokok bertentangan
dengan dalil-dalil yang dikemukakan pada butir 1 hingga 6 huruf A. al-Muqaddimaat
an-Naqliyyah (premis-premis syariah) di atas.