Dalam perjalanan
sejarah gerakan dakwah IPM, sejak berdirinya pada tanggal 18 Juli 1961 kemudian
mengalami perubahan menjadi IRM pada tanggal 18 November 1992, dan kembali
berubah nama menjadi IPM pada Muktamar XVI di Solo hingga saat ini (Muktamar
XVII di Yogyakarta), IPM telah menjalani perjalanan dakwah yang cukup panjang
dengan segala bentuk strategi gerakan yang dimilikinya.
Sesuai dengan arti
maupun makna sebuah strategi, tentunya IPM dalam menentukan strategi gerakan
tidaklah luput dari segala bentuk analisisnya terhadap perkembangan zaman yang
ada, terutama dengan melihat persoalan pelajar dan pendidikan pada zamannya
hingga saat ini. Jika pada Muktamar XIV di Bandar Lampung pada tahun 2004, IPM
mendeklarasikan diri sebagai Gerakan Kritis-Transformatif yang memiliki ciri:
sadar, peka, dan peduli terhadap persoalan sosial dalam rangka melakukan sebuah
perubahan yang lebih baik. Tentunya IPM sadar betul terhadap realitas sosial
saat itu, sehingga dengan Gerakan Kritis-Transformatif diharapkan dapat
menjawab persoalan sosial (pelajar-pendidikan) kala itu. Terlepas dari adanya
pro maupun kontra terhadap sebuah gerakan yang telah di deklarasikan, maupun
implementasi sebuah gerakan yang mungkin dirasakan belum berjalan secara
maksimal. IPM melalui Gerakan Kritis Transformatif telah berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan yang lebih baik tersebut.
Demikian juga pada
Muktamar XVII di Yogyakarta, IPM selalu melakukan analisis dengan segala
persoalan yang ada, guna menjawab sebuah persoalan tersebut. Bukan berarti
Gerakan Kritis Transformatif yang telah di deklarasikan sebelumnya sudah tidak
relevan lagi dalam menjawab persoalan saat ini, akan tetapi bagaimana Gerakan
Kritis Transformatif dapat di implementasikan lebih riil di lapangan, tidak
terkesan kaku dan kuno sehingga mudah diterima dikalangan basis massa IPM,
yaitu pelajar saat ini. Dimana para pelajar saat ini hidup di tengah gencarnya
arus globalisasi dengan segala bentuk kemajuan zaman yang ada, persaingan yang
kompetitif dan pemanfaatan teknologi maupun informasi yang serba canggih,
menuntut mereka untuk dapat bersaing di zamannya dan selektif dalam melakukan
sebuah pilihan hidup mereka sebagai seorang pelajar. Oleh karena itu, pada
Muktamar XVII di Yogyakarta kali ini, IPM kembali mendeklarasikan diri sebagai Gerakan Pelajar Kreatif (GPK) sebagai
jawaban terhadap persoalan yang dihadapi saat ini.
Melalui Gerakan Pelajar
Kreatif inilah, IPM kembali menguatkan diri dan mensinergikan ketiga dimensi
Iman, Ilmu, dan Amal dalam menjalankan gerakan dakwahnya di kalangan pelajar.
Bagaimana IPM dapat melakukan Penyadaran, Pemberdayaan dan Pembelaan sebagai
trilogi gerakan IRM yang pernah di deklarasikan kala itu, kemudian menciptakan
sebuah karakter pelajar yang tidak hanya memiliki keshalehan ritual semata
tanpa memiliki ilmu dan pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari, atau seorang
pelajar yang shaleh dan berilmu, akan tetapi tidak mengamalkannya dengan
melakukan sebuah perubahan. Melainkan bagaimana IPM dapat melahirkan para
pelajar yang shaleh secara ritual dengan keimanannya yang kuat, memiliki ilmu
dalam menjalankan rasa keimanannya tersebut, kemudian mengamalkannya dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan sebagai wujud penyempurnaan nilai keimanan dan
pemahamannya terhadap ilmu untuk melakukan sebuah perubahan. Sehingga spirit
Gerakan Kritis Transformatif yang sebelumnya pernah dideklarasikan oleh IRM/IPM,
insya Allah dapat di implementasikan dengan
baik dengan terciptanya para agen-agen perubahan (agent of change) di kalangan pelajar dan tercipta pula para pelopor gerakan kritis transformatif itu sendiri di kalangan pelajar.
Metode
Metode yang
dipakai dalam Gerakan Pelajar Kreatif IPM ini adalah Metode Perencanaan
strategis (Strategic Planning). Perencanaan strategis adalah proses yang dilakukan suatu organisasi untuk menentukan sebuah metode, cara atau arahan, serta mengambil
keputusan
untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal dan sumber daya
manusia)
untuk mencapai sebuah tujuan. Berbagai teknik analisis dapat digunakan dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunities, Threats), PEST (Political,
Economic, Social, Technological), STEER (Socio-cultural,
Technological, Economic, Ecological, Regulatory) atau SMART (Specific, Measurable, Actual, Realistic,
Time Bound).
Tujuan
Gerakan Pelajar Kreatif
memiliki tujuan, agar:
A.
IPM menjadikan pelajar generasi
Qur’ani
Maksudnya adalah IPM mampu menjadi wadah bagi pimpinan dan
anggota untuk belajar membaca, mengkaji, dan mengamalkan Al Qur’an secara
berjamaah, lalu mengkampanyekan budaya cinta Qur’an ke seluruh pelajar di
Indonesia.
B.
IPM menjadi gerakan
populis
maksudnya adalah
agar IPM mampu diterima oleh semua kalangan, khususnya Pelajar di seluruh
Indonesia.
C.
IPM mampu memfasilitasi
minat dan bakat pelajar
Maksudnya adalah
IPM mampu mefasilitasi kebutuhan minat dan bakat pelajar dalam bentuk
kominitas-komunitas.
D.
IPM sebagai wadah
pembela pelajar
Maksudnya adalah
agar IPM dapat mejadi referensi bagi semua pihak tentang masalah pendidikan dan
memperjuangkan hak-hak pelajar.
E.
IPM sebagai penggerak
pengarus utamaan gender dikalangan pelajar
Maksudnya adalah agar
IPM mampu menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan persamaan akses pelajar
putri dan difabel di sekolah dan masyarakat.
ARAH
STRATEGI GERAKAN PELAJAR KREATIF
A.
IPM menjadikan pelajar Generasi Qur’ani
IPM adalah pelopor, pelangsung, penyempurna amanah yang
dipercaya oleh Muhammadiyah dalam menyempurnakan akhlaq mulia di kalangan
pelajar. Sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amanah tentu tidak lepas
dari identitas Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dakwah amar makruf nahi
munkar yang berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Dengan demikian IPM sebagai
pusat pembibitan kader di ranah pelajar harus bisa menjadi cikal bakal
penguatan ke-Islam-an, terutama dalam pengkajian Al Qur’an. Disamping itu IPM
juga harus mampu menjawab problematika rohaniah pelajar dan mampu menjadi
filter dari pemikiran-pemikiran yang menyimpang dari maksud dan tujuan IPM yang
berlandaskan Al Qur’an dan As-Sunnah.
Dari uraian diatas ada beberapa point yang harus IPM lakukan,
diantaranya :
1. Secara intensif mewajibkan membaca, mengkaji, dan mengamalkan
Al Qur’an bagi pimpinan dan anggota IPM di semua struktur.
2. Mengkampanyekan cinta Al Qur’an kepada seluruh pelajar di
Indonesia.
3. Melakukan pendampingan kepada pelajar agar tertib ibadah,
belajar, dan berorganisasi.
4. Membangun kesadaran pentingnya meningkatkan Iman dan Islam
sebagai upaya penguatan rohaniah dan membentengi dari kekufuran.
5. Membentuk pusat kajian ke-Islam-an di berbagai struktur IPM
B. Menjadikan IPM sebagai gerakan pelajar paling populer
Menjadikan IPM sebagai gerakan populer (dikenal
banyak kalangan), maka sudah selayaknya jika IPM mampu menunjukkan
eksistensinya (keberadaannya) di tengah masyarakat. Kendala yang ada selama
ini, masih berkutat pada persoalan yang klise (usang) di tengah
kepungan persoalan yang tidak sederhana. Pandangan negatif orang tua, jarak
geografis yang cukup jauh dan akses transportasi yang masih kurang seringkali
menjadi kendala yang menghambat kader maupun pimpinan yang sedang menjalankan
amanah. Belum lagi persoalan konsep & program kerja dari pusat yang sering tidak
tersampaikan di tingkatan basis karena masalah komunikasi & pimpinan yang
tidak mampu menyampaikan pesan lewat produk (seperti :buku
panduan,SPI,modul,tanfidz,dll). Bahkan pada saat IPM mempunyai produk (seperti
:buku panduan,SPI,modul,tanfidz,dll) yang menarikpun, kita masih terhalang oleh
kurang berpihaknya media kepada IPM. Sehingga IPM seakan berjalan
ditempat,seakan tidak memberi manfaat terhadap pelajar,dan semakin kehilangan
gaungnya.
Karena alasan itulah, maka IPM harus :
1.
Menjadi gerakan pelajar
yang populis (diterima oleh semua kalangan)
2.
Meningkatkan kapasitas
pimpinan
3.
IPM harus
berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat
4.
Memperluas jaringan dan
mitra kerja
5.
Meningkatkan kesadaran
pimpinan terhadap media
C. IPM mampu memfasilitasi basis terutama bakat minat dalam
waktu 3 tahun
Dalam beberapa tahun belakangan ini, pendidikan merupakan isu
nasional yang menjadi perbincangan di kalangan masyarakat. Pelajar selalu
berperan sebagai objek dalam dunia pendidikan. Kekerasan, perlakuan yang tidak
sepantasnya diterima siswa di sekolah, kecurangan dalam ujian, pergaulan bebas
dan lain sebagainya adalah beberapa kasus yang muncul karena pelajar selalu
terkurung dalam sistem pendidikan yang membuat pelajar jenuh. Belum selesai
dengan satu masalah, muncullah masalah baru. Seperti permasalahan Ujian
Nasional yang belum selesai, muncul masalah makelar pendidikan dalam menunjang
kecurangan dalam penyelenggaraannya. Bila mendengar kata sekolah, pedidikan,
identiknya dengan belajar secara konservatif. Berbeda dengan tujuan
utama pendidikan yaitu membebaskan. Selain itu, kurikulum yang tidak sesuai dan
berubah-ubah itu pun memberikan dampak negatif bagi pendidikan. Oleh karena itu
IPM diharapkan mampu untuk membuat konsep sekolah alternatif yang membebaskan.
D. Rumah advokasi pelajar Indonesia
IPM sebagai pelopor gerakan advokasi pelajar. Adalah jargon
yang sudah tak asing lagi bagi seluruh kader IPM. Tak ayal lagi, IPM yang
berlokus gerakan pelajar harus mempunyai jargon ini karena tuntunan jaman yang
ada sekarang. Tuntutan keadaan yang ada, karena peraturan yang dibuat oleh
pemerintah tidak lagi berpihak kepada pelajar sebagai harapan bangsa. Birokrasi
pemerintah di bidang pendidikan yang berbelit dan tidak efisien, reformasi
birokrasi yang tak kunjung ada hasil, sehingga semakin membuat pelajar terpuruk
dan terjebak dengan sikap individualis dan cenderung buta terhadap keadaan
sosial disekelilingnya. Maka, jargon IPM sebagai gerakan advokasi pelajar
inilah yang kemudian menjadi sebuah pintu baru dan memberikan pencerahan terhadap
dunia pendidikan. Sejalan dengan hal itu, maka IPM harus :
1.
mendorong kebijakan
yang pro pelajar
2.
mengembangkan budaya
kritis di tengah-tengah pelajar
E. Pengarusutamaan Gender di Kalangan Pelajar
Kondisi pelajar yang sudah ada dalam zaman modern dan penuh
dengan kemajuan teknologi sekarang ini ternyata masih bias akan pendidikan
gender. Ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya pelajaran yang memang menjurus
langsung pada gender itu tersebut. Dalam pemahaman masyarakatpun istilah gender
adalah sesuatu yang tabu, serta budaya patriarki masyarakat yang cenderung
antipati terhadap istilah gender. Selain itu konsumsi masyarakat terutama
pelajar akan media baik itu cetak (beberapa koran, tabloid & majalah) atau
elektronik (tontonan sinetron) di negara ini cenderung menambah bias pemahaman
masyarakat akan gender. Pemahaman dalam agama Islam berserta beberapa stakeholder terkait dalam kaitan ini
yang masih bersifat tradisionalpun memiliki andil dalam penambah bias-an pemahaman
tentang gender.
Pembahasan Gender disini lebih cenderung kepada penambahan
pengetahuan masyarakat kepada persamaan akses untuk semua kalangan. Untuk itu
IPM diharapkan mampu :
1.
membangun penyadaran
paradigma pengarusutamaan gender kepada pelajar
2.
mengubah perilaku
masyarakat untuk memilih tontonan yang baik, serta mendapatkan
akses (kesempatan) yang sama (equal access)
AGENDA
AKSI
Ikatan
Pelajar Muhammadiyah
Agenda aksi merupakan
bentuk kegiatan konkrit (nyata) dan secara bersama – sama dapat dikerjakan
secara nasional dari Pimpinan Ranting hingga Pimpinan Pusat. Agenda aksi dapat
dipahami sebagai produk nyata dari IPM untuk menjawab kebutuhan pelajar. Agenda
aksi ini berlaku secara nasional (komunitas, lembaga, PR – hingga PP IPM),
tanpa menunggu instruksi dari pimpinan diatasnya. Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (PP IPM) memberikan waktu untuk mengevaluasi gerakan bersama ini
selama 3 tahun pertama (jangka pendek) dan 3 tahun kedua (jangka panjang) pada
forum Konferensi Pimpinan Wilayah (konpiwil. Berdasarkan strategi gerakan yang
telah dijelaskan sebelumnya, maka agenda aksi IPM adalah sebagai berikut :
A.
Gerakan Cinta Al-Qur’an
1.
Pengertian :
Gerakan cinta
Al-Qur’an adalah sebuah gerakan pembudayaan tradisi membaca dan mengkaji Al
Qur’an di kalangan pelajar. Juga merupakan gerakan penyadaran tentang
pentingnya Al Qur’an sebagai petunjuk utama dalam kehidupan.
2.
Tujuan :
a.
Mewujudkan tradisi
membaca, mengkaji dan mengamalkan Al
Qur’an di kalangan pelajar.
b.
Mewujudkan pelajar yang
mahir dalam membaca Al Qur’an.
c.
Menghidupkan nuansa
Qur’ani di kalangan pelajar.
3.
Target :
a.
Terwujudnya tradisi
membaca dan mengkaji AlQur’an
b.
Terwujudnya pelajar
yang mahir dalam membaca Al Qur’an
c.
Terwujudnya perilaku
yang berdasarkan ajaran Al Qur’an
4.
Bentuk Aksi :
a.
Membudayakan membaca dan mengkaji Al Qur’an di kalangan pelajar.
b.
Membudayakan membaca Al Qur’an sebelum proses KBM dimulai.
c.
Komunitas kajian Al
Qur’an
d.
Aksi riil makna Al
Qur’an, contoh : Bakti Sosial Al Maa’uun, Mengkampanyekan Kebiasaan Membaca
Qur’an, pakaian syar’i, dll.
5.
Waktu:
Waktu untuk
mengevaluasi gerakan ini adalah setelah 4 semester
6.
Sasaran Peserta :
Seluruh pimpinan
dan anggota dalam semua struktur di IPM dan seluruh pelajar muslim.
7.
Penyelenggara :
Pimpinan
IPM/Komunitas pelajar setempat
8.
Motode dan Teknik
Pengelolaan :
a.
Semua aksi yang dilakukan
haruslah berdasarkan metode partisipatoris, artinya semua pihak adalah sama dan
belajar bersama untuk memperoleh tujuan bersama yang sudah ditentukan.
b.
Input : Materi,
Fasilitator, Sumber Daya manusia
c.
Output : SDM dalam
membaca dan mengkaji Al Qur’an, Fasilitator.
d.
Indikator Keberhasilan
Kuantitas : Pelajar Muhammadiyah di level pimpinan mampu
membaca Al Qur’an dengan baik. Seluruh pelajar memahami isi kandungan Al Qur’an
Kualitas : dapat membaca dengan lancar sesuai tajwid
dan makhroj, memahami kandungan dan mengamalkan Al Qur’an
e.
Alat verifikasi :
materi, peserta
9.
Penutup
Gerakan cinta Al
Qur’an ini merupakan wadah bagi kader di dalam mempelajari bacaan dan kandungan
Al Qur’an. Sehingga diharapkan dengan gerakan ini seluruh kader dan pelajar
Muhammadiyah menjadikan Al Qur’an sebagai bacaan sehari-hari dan mengkajinya
secara menyeluruh dan berjamaah.
B.
Gerakan Iqra dan
Sadar Media
1.
Pengertian :
Gerakan Iqro’ dan
sadar Media adalah sebuah gerakan pembudayaan tradisi membaca dan menulis di
kalangan pelajar. Juga merupakan gerakan penyadaran tentang pentingnya
kesadaran terhadap media yang akan memunculkan sifat kritis terdahap media, dan
membuat media alternatif sebagai media yang baik untuk pelajar.
2.
Tujuan :
a.
Mewujudkan tradisi
membaca dan menulis di kalangan pelajar
b.
Mewujudkan pelajar yang
kritis terhadap media, sehingga dapat memilih media massa yang baik
c.
Mewujudkan pelajar yang
dapat membuat media-media alternatif sebagai tuntunan pelajar.
3.
Target :
a.
Terwujudnya tradisi
membaca dan menulis sebagai ciri khas pelajar
b.
Terwujudnya pelajar
yang kritis terhadap media
c.
Terwujudnya media-media
alternatif
4.
Bentuk Aksi :
Bentuk aksi dapat disesuaikan dengan
budaya dan lingkungan di tingkat pimpinan IPM setempat. Misalnya:
a.
Pelatihan yang
merangsang pelajar untuk membaca dan menulis seperti pelatihan Jurnalistik,
pelatihan membaca cepat, pelatihan debat, TOT, dll
b.
Review buku
c.
Workshop dan pembuatan film dokumenter
d.
Interkoneksi network
e.
bentuk aksi lain.
5.
Waktu:
Waktu untuk mengevaluasi gerakan ini adalah selama 4 semester
6.
Sasaran Peserta :
Seluruh anggota
dan pimpinan IPM di semua struktur di IPM
7.
Penyelenggara :
Pimpinan
IPM/Komunitas IPM setempat
8.
Motode dan Teknik
Pengelolaan :
a.
Semua aksi yang
dilakukan haruslah berdasarkan metode partisipatoris, artinya semua pihak
adalah sama dan belajar bersama untuk memperoleh tujuan bersama yang sudah
ditentukan.
b.
Input : Tim Materi,
Fasilitator, Sumber Daya manusia
c.
Output : Fasilitator,
Layanan TOT, Majalah, Mading, Website, blog, iklan layanan masyarakat, release
dan Capacity building
d.
Indikator Keberhasilan
Kuantitas : Produk (ex. film) terdistribusi hingga 100
sekolah Muhammadiyah
Kualitas : Produk (ex. film) mampu menyampaikan pesan
dan nilai-nilai perjuangan IPM
e.
Alat verifikasi : Fisik
secara produk (ex. Ada VCD/DVD Filmnya, dan bedah Filmnya)
9.
Penutup
Gerakan iqra’ dan
kesadaran media ini merupakan awal untuk mencapai Gerakan Pelajar Kreatif
sebagaimana yang dijadikan jargon IPM. Logika sederhanya, bagaimana pelajar
bisa kreatif, sedangkan input pengetahuan yang dia miliki tidak ada. Selain
itu, IPM yang mempunyai semangat qolam (pena) yang tercipta dalam lambang dan
slogannya tentu harus bisa membudayakan tradisi baca dan tulis, karena jika
tidak slogan dan lambang diatas hanyalah hiasan dinding semata, tanpa ada
pengamalannya.
C.
Gerakan Sekolah
Kreatif (GSK)
1.
Pengertian :
Sekolah Kader
merupakan suatu proses pendidikan yang disusun secara terpadu meliputi
penyadaran, pemberdayaan, dan pembelaan terhadap kader IPM. Walaupun demikian
sekolah kader tidak seperti sekolah pada umumnya, dalam sekolah kader
dikembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sekolah kader adalah
sekolah tanpa tekanan seperti Ujian Nasional (UN), tetapi menumbuhkan
kreatifitas.
2.
Tujuan :
a.
IPM dapat memfasilitasi
potensi-potensi pelajar tidak hanya dalam hal akademik akan tetapi kreatifitas
dan lainnya
b.
Terwujudnya pendidikan
yang humanis dan berkeadilan.
3.
Target :
a.
Adanya kelompok-kelompok
kreatif yang dapat menampung potensi-potensi pelajar
b.
Adanya sebuah proses
pendidikan yang humanis dan berkeadilan
4.
Bentuk Aksi :
a.
Kunjungan ke
tempat-tempat yang sudah membuat sekolah alternatif
b.
Workshop atau Diskusi
tentang sekolah alternatif
c.
Membuat Sekolah
Alternatif seperti
1)
Komunitas kreatif,
2)
Community base on hobby, minat dan
bakat.
3)
Community Organizer
4)
Pendampingan ekstra
kulikuler
5)
dan jika memungkinkan
membuat lembaga paket yang setingkat sekolah.
d.
Pembuatan modul sekolah
alternatif
5.
Waktu :
Agenda ini
dievaluasi setelah 4 semester berjalan
6.
Sasaran Peserta :
Peserta adalah
Pimpinan tingkat daerah sampai ranting, anggota IPM dan seluruh pelajar.
7.
Penyelenggara :
Pimpinan IPM di
semua struktur terutama PW dan PD
8.
Materi-Materi :
Materi-materi
sesuai dengan modul yang dibuat
9.
Metode dan Teknik
Pengelolaan :
a.
Input : Pimpinan,
fasilitator, anggota, data tentang pendidikan, pembicara
b.
Output : modul,
komunitas, pendampingan
c.
Indikator Keberhasilan
:
Kuantitas
Setiap pimpinan
daerah memiliki 1 sekolah alternatif
Modul
terdistribusi
Kualitas
Modul sesuai
dengan kebutuhan pelajar
Prestasi dari
sekolah alternatif yang ada
d.
Alat Verifikasi :
Materi, sertifikat
perlombaan, modul, kurikulum.
10.
Penutup :
Gerakan Sekolah
kreatif merupakan sekolah alternatif, sehingga asas belajar sambil bermain, dan
belajar dengan mengerjakan merupakan asas penting bagi sekolah kader. Dengan
sekolah kader diharapkan muncul kader-kader yang tidak hanya unggul dalam
kognitif, tapi semua aspek terpenuhi.
D.
Gerakan Advokasi
Pelajar
1.
Pengertian :
Pelajar sebagai
bagian dari warga Negara dalam kehidupan masyarakat dan bernegara relative
termarginalkan (dilupakan, disingkirkan) dan menjadi objek kebijakan kekuasaan yang tidak pro pelajar. Jika
diruntut seluruh persoalan pendidikan di Indonesia, maka akan terlihat begitu
banyak dan kompleksnya permasalahan tersebut. Meskipun hak-hak pelajar sebagai
warga negara sudah dijamin oleh undang-undang, namun dalam prakteknya, pelajar
masih ditempatkan sebagai objek pendidikan. Sehingga tak jarang kita melihat pelajar selalu ditindas dengan
berbagai tugas, beban biaya yang tinggi dan model komunikasi yang tidak
humanis. Dari berbagai fenomena yang muncul seperti tersebut diatas, maka IPM
perlu memberikan sumbangsih terhadap persoalan pendidikan terutama persoalan
ke-pelajaran dalam bentuk pengakomodirian aspirasi dan pembelaan hak-hak
pelajar (advokasi pelajar).
Gerakan advokasi
pelajar adalah gerakan pelajar untuk menjaring aspirasi dan pembelaan hak-hak
pelajar menuju pelajar yang berdaulat.
2.
Tujuan :
a.
Mendorong
kebijakan-kebijakan yang pro – pelajar
b.
Memperjuangkan aspirasi
dan hak-hak pelajar
c.
Menumbuhkan Budaya
Kritik dikalangan pelajar
3.
Target :
a.
Lahirnya
kebijakan-kebijakan yang pro akan pelajar
b.
Tumbuhnya budaya kritik
di kalangan pelajar
4.
Bentuk Aksi :
a.
Pembentukan komunitas
advokasi
b.
Diskusi isu-isu
berkenaan dengan pelajar maupun diskusi umum.
c.
Kajian undang-undang
yang menyangkut pelajar
d.
Seminar, Public
Hearing, Audiensi
e.
Pelatihan Advokasi
f.
Pembuatan media-media
advokasi (baik cetak maupun elektronik)
g.
Konferensi Pers
h.
Posko pengaduan pelajar
5.
Waktu :
Gerakan ini
dievaluasi setelah 4 (empat) semester
6.
Sasaran Peserta :
Sasaran gerakan ini
adalah anggota dan pimpinan IPM di semua struktur
7.
Penyelenggara :
Pimpinan IPM di
semua struktur
8.
Metode dan Teknik
Pengelolaan :
a.
Input : Ahli kebijakan
pelajar, fasilitator, pimpinan, Data Base, Kebijakan Pemerintah
b.
Output : Fasilitator,
Layanan TOT, website, blog, iklan layanan masyarakat, Jurnal Advokasi,
Kartun/komik advokasi, Posko pengaduan pelajar
c.
Indikator Keberhasilan
:
Kuantitas:
1)
Peserta pelatihan atau
diskusi minimal 20
2)
Minimal ada 2 media
advokasi yang terbit
3)
Media terdistribusi
minimal 25% dari sekolah yang ada
Kualitas:
1)
Terbentuk komunitas
advokasi
2)
Media yang diterbitkan
menjadi rujukan dalam advokasi
3)
Tersusunnya database
4)
Adanya posko pengaduan
d.
Alat Verifikasi :
1)
Daftar peserta
2)
Media yang dibuat
3)
Daftar komunitas
9.
Penutup :
Gerakan Adokasi Pelajar
bukanlah tujuan, namun sebagai salah satu upaya (instrumen) IPM untuk mengajak
pelajar di seluruh Idonesia menuntut (sadar) hak-haknya. Harapan dengan adanya
GAP ini, dapat memudahkan pelajar dalam mengaspirasikan suara serta memudahkan
jalan menuntut hak-haknya. Selanjutnya dengan gerakan pelajar ini diharapkan
dapat memantapkan peran pelajar sebagai salah satu elemen untuk mengawal
kebijakan baik dari pemerintah, maupun sekolah. Pelajar tidak lagi sebagai
objek kebijakan, sehingga cita-cita menjadi pelajar Indonesia yang mandiri dan
berdaulat dapat terwujud di seluruh Nusantara.
E.
Gerakan equal
access (GEA)
1.
Pengertian :
Gerakan equal
access adalah gerakan untuk memberikan
peluang dan akses yang sama bagi semua anggota ikatan dan pelajar umumnya dalam
melakukan aktifitas perjuangan dan kesehariannya.
2.
Tujuan :
a.
Menyadarkan anggota
ikatan tentang keadilan dalam kehidupan sosial.
b.
Mewujudkan tatanan
kehidupan yang tidak diskrimantif (membeda-bedakan) antara laki-laki,
perempuan, dan different ability (pelajar yang memiliki kemampuan yang berbeda, dan berkebutuhan khusus)
3.
Target :
a.
Terwujudnya kesadaran
akan kesamaan peluang dan akses dalam kehidupan sosial
b.
Terciptanya tatanan
kehidupan yang adil dan tidak membeda-bedakan antara satu dengan lainnya
4.
Bentuk Aksi :
a.
Pembuatan Modul
b.
Diskusi dan Seminar
c.
Pelatihan fasilitator
d.
Pelatihan Community
Organizer(CO)
e.
Melakukan audiensi
dengan berbagai lembaga yang memiliki kesamaan konsentrasi
5.
Waktu :
Gerakan ini dapat
dievaluasi setelah 2 (dua) semester dengansemester evaluasi berkiala setiap 2
6.
Sasaran Peserta :
Peserta adalah
anggota dan Pimpinan Ikatan Pelajar Muhamamdiyah di semua struktur
7.
Penyelenggara :
Penyelenggara
adalah pimpinan IPM, atau lembaga IPM, atau komunitas IPM
8.
Materi-Materi :
Materi-materi
menyesuaikan modul yang sudah dibuat
9.
Metode dan Teknik
Pengelolaan :
a.
Input : Fasilitator,
peserta, pemateri, media.
b.
Output : kampanye,
terbangunnya kemitraan dengan lembaga terkait, modul, fasilitator, lembaga yang
menangani equal acces
c.
Indikator Keberhasilan
:
Kuantitas
1.
Peserta mencapai 20
orang
2.
Modul terdistribusi
sampai tingkatan paling bawah
Kualitas
1)
Peserta memiliki
kemampuan memfasilitasi
2)
Modul dapat diterapkan
3)
Bekerjasama dengan
lembaga diluar IPM
d.
Alat Verifikasi :
1)
Daftar peserta
pelatihan
2)
Modul
3)
MoU dengan lembaga
10.
Penutup :
Dalam melakukan
aktifitas gerakan maupun sosial selayaknya semua pihak saling bekerjasama tanpa
perlu dibeda-bedakan antara satu dengan lainnya.
F.
Gerakan Wirausaha
1.
Pengertian :
Gerakan wirausaha
merupakan gerakan yang dicetuskan untuk mengasah kemandirian pelajar dan
organisasi terutama dalam hal financial. Enterpreneurship merupakan asas
gerakan ini, sehingga organisasi tidak hanya berhenti pada donatur dan dana
pemerintah.
2.
Tujuan :
a.
Memberikan modal
keilmuan mengenai enterpreneurship
b.
Pengembangan kegiatan
inovatif yang berorientasi pada kemandirian wirausaha pelajar
3.
Target :
Menumbuhkembangkan
mental kemandirian berwirausaha serta memfasilitasi pelajar untuk
berkreatif dalam rangka pengembangan
unit usaha pelajar
4.
Bentuk Aksi :
a.
Mengadakan pelatihan-pelatihan
enterprenership
b.
Membentuk unit-unit
usaha mandiri yang bisa membantu keuangan pimpinan pada setiap levelnya,
seperti: koperasi pelajar, bimbel (bimbingan belajar)
c.
Terciptanya
kelompok-kelompok usaha perorangan yang dikelola secara mandiri dan
dimonitoring oleh lembaga usaha pelajar
d.
Membangun jejaring IPM
dengan lembaga-lembaga lain yang tidak mengikat
5.
Sasaran :
PR IPM sampai PP
IPM.
6.
Penyelenggara:
PR IPM sampai PP
IPM.
7.
Metode dan Teknik
Pengelolaan :
a.
Input : Pimpinan,
materi, narasumber, buku, anggota
b.
Output : Unit usaha,
MOU dengan lembaga lain, kemandirian
c.
Indikator Keberhasilan
:
Kuantitas
1)
Setiap struktur
memiliki 1 unit usaha
2)
Setiap struktur
memiliki jaringan usaha
3)
Setiap struktur
melakukan minimal MoU dengan 1 lembaga lain
Kualitas
1)
Unit usaha selalu laba
2)
Jaringan usaha terus
bergerak
d.
Alat Verifikasi :
1)
Makalah diskusi, SK
unit usaha, daftar pengurus unit usaha, MoU,
8.
Penutup :
Kemandirian sangat
terkait dengan independensi, semakin mandiri sesorang dan organisasi
akan berimplikasi pada kemerdekaan dalam memutuskan sesuatu, tanpa harus
terintervensi oleh pihak luar.
Sumber: Tanfidz Muktamar 17 IPM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar