Homo monument atau tugu peringatan perjuangan kaum gay dan
lesbian di Netherlands (Belanda) didirikan tahun 1987, berada di jalan
Westermarkt -tepat di tengah kota Amsterdam. Tugu ini di desain berdasarkan
inspirasi, pengalaman sejarah kaum homoseksual di masa lalu sebagai simbol
perjuangan mereka melawan homophobic (kelompok yang membenci homoseksual, yang
berusaha menghancurkan keberadaan kaum homoseksual dengan beragam cara). Juga
merupakan memori/peringatan bagi kaum laki-laki dan perempuan yang di hukum
mati karena perasaan homoseksual mereka. Homo monument adalah simbol kehidupan
sekaligus eksistensi kaum homoseksual. Bagaimana bentuk monument ini? Apa latar
belakang sejarah dari pembuatan monument ini? untuk mengenalnya, mari kita
meneropong latar belakang/sejarahnya di masa lalu, masa sekarang dan masa yang
akan datang.
LATAR
BELAKANG
Dalam sejarahnya di masa lalu, keberadaan kaum
homoseksual di Barat (Eropa) bukan hanya dilarang oleh masyarakat dan institusi
agama, tetapi juga dilarang secara hukum atau dikriminalkan oleh negara. Dengan
dasar pembenaran/interpretasi dari teks Injil/ajaran Kristiani (kisah Sodom dan
Gomora), kaum homoseksual dianggap sebagai kaum yang berdosa dan dikutuk oleh
Tuhan sehingga harus dimusnahkan. Karenanya di masa itu, seseorang yang
kedapatan homoseksual akan di hukum sampai mati oleh keluarganya atau oleh masyarakat
sekitar juga oleh negara sesuai dengan Undang-Undang/hukum yang diberlakukan. Ini
terjadi juga di Netherlands/Belanda pada tahun 1730-an, dimana kaum gay dan
lesbian mengalami banyak sekali kekerasan baik dari keluarga, masyarakat,
institusi agama, dan negara.
Pada tahun 1933 ketika Nazi berkuasa di Jerman
selain kaum Yahudi dan Roma, kaum homoseksual (laki-laki dan perempuan) juga
dianggap sebagai kaum yang berbahaya bagi Jerman. Sekitar 50.000 orang
dipenjarakan dalam kamp-kamp penyiksaan Nazi karena mereka homoseksual dan
beberapa ribu orang diantaranya mati di dalam kamp tersebut karena kelaparan
dan penyiksaan. Sementara di luar Jerman (negara-negara Eropa lainnya),
pembantaian terhadap komunitas homoseksual juga terus terjadi.
Pada tahun 1960-an kaum gay dan lesbian (hampir
diseluruh Eropa) secara tegas menuntut persamaan hak yang sama dengan warga
negara lainnya tanpa membedakan orientasi seksual. Di Amsterdam, pada tanggal 4
Mei 1970, Aksi Kelompok Gay Muda Amsterdam (Amsterdamse Jongeren Aktiegroep
Homoseksualiteit) melakukan aksi peringatan nasional terhadap korban-korban
kekerasan yang meninggal karena orientasi seksualnya, aksi ini dilakukan di
Bundaran Dam (tugu peringatan perang dunia ke II yang mengorbankan nyawa ribuan
orang secara sia-sia terletak di jalan Damrak pusat kota Asterdam) namun polisi
membubarkan aksi ini dan menangkap beberapa aktivis dengan tuduhan telah
mengganggu ketertiban umum.
IDE
MENDIRIKAN MONUMENT
Pada bulan Mei 1979, kelompok gay dari Partai
Sosialist Pasifist (The gay group of the Pasifist Socialist Party) berinisiatif
untuk mendirikan sebuah monument peringatan bagi kaum homoseksual. Para
penggagas ide ini adalah anggota dari Center for Culture and Recreation sebuah
organisasi gay dan lesbian pertama di Amsterdam yang didirikan tahun 1946.
Organisasi ini beranggotakan individu dan juga organisasi khusus untuk gay dan
lesbian.
Ide ini mendapatkan dukungan dari kelompok gay dan
lesbian, baik individu maupun kelompok yang terdiri 7152 group lesbian dan gay
juga seluruh partai politik dari aliran kiri dan kanan. Ide ini juga
mendapatkan dukungan dan antusiasme dari dunia Internasional. Untuk
merealisasikannya, dilakukan pencarian dana dengan membentuk Komite pencarian
dana (Fund Raising Committee) yang
beranggotakan para aktivis gay dan lesbian, politisi, seniman, dan aktivis
keagamaan.
Setelah selama 8 tahun menggalang dana, terkumpul
sekitar 180.000 Euro, hasil sumbangan dari individu, organisasi gay/lesbian,
dan kegiatan-kegiatan seperti festival seni di musim semi, festival paradiso tahun 1980, festival homomonu-month pada oktober 1981,
pementasan Night Before Day Break Desember 1986. Kemudian Parlemen Belanda
menyumbang 45.500 Euro ketika kontrusksi monument sudah mulai dipasang. Kota
Amsterdam, Provinsi North Holland, dan Perdana Menteri juga memberikan
konstribusi yang sangat besar dalam pembangunan monument ini.
DESAIN
Namun yang terpenting dari rencana pembuatan
monument ini adalah simbol perjuangan homoseksual laki-laki dan perempuan.
Monument ini bukan monumen biasa, tidak didirikan di sudut jalanan ataupun di
tempat yang gelap. Monument ini berada ditengah-tengah kota yang terang dan
hidup. Ia juga bukan simbol dari pemberontakan terhadap kaum Nazi di masa lalu,
tetapi opresi/penindasan di masa itu terhadap kaum homoseksual. Homomonument
ini terdiri dari tiga dimensi, yaitu: sebuah peringatan di masa lalu, sebuah
pengakuan dan perdebatan di masa sekarang, dan inspirasi di masa yang akan
datang. Dengan aspek-aspek tersebut, dibuatlah perlombaan desain monument yang
dibuka untuk umum dan para seniman.
Seusai penyeleksian hasil desain monument, para Juri
mengumumkan bahwa desain yang terpilih adalah karya Karin Daan. Karin mendesain
3 buah monument berbentuk segitiga (triangle).
Yang pertama dibuat dengan dasar dan konsep elemen (berundak/bertangga-tangga).
Kedua, triangle tanpa undakan yang berada di atas permukaan tanah. Ketiga,
triangle dengan tinggi 60 cm dari permukaan tanah. Bahan dasar keseluruhan dari
monument ini adalah batu granit berwarna pink. Desain ini dianggap cocok,
mengingat bentuk pink triangle bukan
sesuatu yang asing bagi kaum homoseksual laki-laki dan perempuan. Simbol ini
memang mempunyai arti dan sejarah tersendiri bagi kaum homoseksual.
Pink triangle pada masa Nazi adalah simbol atau tanda bagi
laki-laki yang homoseksual di kamp-kamp konsentrasi untuk dibedakan dari
laki-laki yang heteroseksual. Sedangkan pada tahun 1970-an pink triangle ini menjadi atribut/tanda yang dikenakan (dalam
bentuk pin/peniti, bordiran, dll) oleh kaum gay dan lesbian untuk mengenali
satu dengan yang lainnya.
KONSTRUKSI
Pada tanggal 28 April 1987, pembangunan di mulai.
Salah satu anggota Dewan Seni Amsterdam dari partai Kristen Demokrat (Christian Democrat party) meletakan batu
pertama, sebagai tanda pembangunan monument telah dimulai.
Monument pertama dengan konsep elemen ditempatkan
dipinggir kanal sebagai titik sentral yang menyimbolkan eksistensi kaum gay dan
lesbian di masa lalu (simbol opresi). Dimana kaum gay dan lesbian harus
menghadapi sejarah gelap dan pahit karena pilihan orientasi seksualnya. Mereka
disiksa, dilecehkan, dan bahkan tidak sedikit yang mati dibunuh. Monument ini
sekaligus juga memperingati perang dunia ke II yang terjadi di Dam, yang
menewaskan banyak korban termasuk kaum gay dan lesbian.
Monument kedua dibangun di samping gedung Anne Frank
Huis -sebagai titik central perjuangan melawan fasisme, anti semitism, dan
rasisme- berada dipermukaan tanah dengan garis puisi membentuk segitiga
bertuliskan "Naar Vriendschap Zulk
Een Mateloos Verlangenâ" (terjemahan dalam bahasa Inggris "Such an unlimited longing for friendship")
yaitu suatu keinginan/ dorongan persahabatan (homoseksual) yang kuat tanpa
batas. Garis puisi ini diambil dari puisi karya Jacob Isra de Haan (1881-1924).
Monumen ini menyimbolkan sebuah pengakuan eksistensi homoseksual dan perdebatannya
di masa sekarang. Walau hampir di banyak negara di Eropa eksistensi kaum
homoseksual mendapatkan kebebasan dan dilindungi hak nya secara hukum, namun
tetap saja keberadaannya menjadi perdebatan pro dan kontra dari banyak
kalangan. Kaum homoseksual belum merdeka sepenuhnya di masa sekarang. Dan kalau
kita menengok lagi ke bagian negara-negara lainnya di seluruh dunia (Asia,
misalnya), maka kaum homoseksual tetap menjadi kaum marginal yang diperlakukan
secara tidak adil dalam segala bidang kehidupan, hanya karena pilihan orientasi
seksualnya.
Monument ketiga dibuat lebih tinggi 60 cm dari
permukaan tanah, dibangun dekat gedung COC (Cultuur
en Ontspannings-Centrum, atau dalam bahasa Inggris Centre for Culture and Leisure) yang menjadi center gerakan kaum
gay dan lesbian. Monument ini menyimbolkan refleksi gerakan gay dan lesbian di
masa yang akan datang. Menjadi sebuah harapan, bahwa kaum homoseksual di masa
yang akan datang, mendapatkan kemerdekaannya secara merata diseluruh dunia
(termasuk Indonesia, dan negara-negara asia lainnya, tentu saja).
Setelah pembangunan selesai secara keseluruhan, pada
tanggal 5 September 1987, monument yang diberi nama Homomonument- resmi dibuka
untuk umum. Dan sejak itu pula, Homomonument menjadi tempat rekreasi yang tak pernah
sepi dari pengunjung. Baik orang Belanda sendiri, juga turis-turis dari banyak
Negara, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, laki-laki dan perempuan,
pasti menyempatkan diri untuk berkunjung ke homo monument. Mereka belajar dari
sejarah masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang, untuk saling
menghormati hak asasi setiap orang termasuk pilihan seksualitasnya.
Pompeii:
Mengulang Sejarah Kaum Luth
Alqur'an
mengisahkan kepada kita bahwa tidak ada perubahan dalam hukum Allah.
"Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan
sekuat-kuat sumpah; sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi
peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu
umat-umat (yang lain). Tatkala datang kepada mereka pemberi peringatan, maka
kedatangannya itu tidak menambah mereka kecuali jauhnya mereka dari
(kebenaran), karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana
(mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa
selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah
yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah
berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan
mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan
menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu" (QS. Al-Faathir, 35:42-43).
Begitulah, "Sekali-kali kamu tidak akan
mendapat penggantian bagi sunnah Allah". Siapapun yang menentang hukum
Allah dan berusaha melawan-Nya akan terkena sunatullah yang sama. Pompeii, yang
merupakan simbol dari degradasi akhlaq yang dialami kekaisaran Romawi, adalah
pusat perzinaan dan homoseks. Nasib Pompeii mirip dengan kaum Nabi Luth.
Kehancuran Pompeii terjadi melalui letusan gunung berapi Vesuvius.
Gunung Vesuvius adalah simbol negara Italia,
khususnya kota Naples. Gunung yang telah membisu sejak dua ribu tahun yang lalu
itu juga dinamai 'The Mountain of Warning' (Gunung Peringatan). Tentunya
pemberian nama ini bukanlah tanpa sebab. Adzab yang menimpa penduduk Sodom dan
Gomorah, yakni kaum Nabi Luth as, sangatlah mirip dengan bencana yang
menghancurkan kota Pompeii.
Di sebelah kanan gunung Vesuvius terletak kota
Naples, sedangkan kota Pompeii berada di sebelah timur gunung tersebut. Lava
dan debu dari letusan maha dasyat gunung tersebut yang terjadi dua milenia yang
lalu membumi hanguskan penduduk kota. Malapetaka itu terjadi dalam waktu yang
sangat mendadak sehingga menimpa segala sesuatu yang ada di kota termasuk
segala aktifitas sehari-hari yang tengah berlangsung.
Aktifitas yang dilakukan penduduk dan segala
peninggalan yang ada ketika bencana terjadi kini masih tertinggal persis sama
seperti ketika bencana tersebut terjadi 2000 tahun yang lalu, seolah-olah waktu
tidak bergeser dari tempatnya.
Pemusnahan Pompeii dari muka bumi oleh bencana yang
demikian dasyat ini tentunya bukan tanpa maksud. Catatan sejarah menunjukkan
bahwa kota tersebut ternyata merupakan pusat kemaksiatan dan kemungkaran. Kota
tersebut dipenuhi oleh meningkatnya jumlah lokasi perzinahan atau prostitusi.
Saking banyaknya hingga jumlah rumah-rumah pelacuran tidak diketahui.
Organ-organ kemaluan pria dengan ukurannya yang asli digantung di pintu
tempat-tempat pelacuran tersebut.
Menurut tradisi ini, yang berakar pada kepercayaan
Mithraic, organ-organ seksual dan hubungan seksual sepatutnya tidaklah tabu dan
dilakukan di tempat tersembunyi; akan tetapi hendaknya dipertontonkan secara
terbuka.
Lava gunung Vesuvius menghapuskan keseluruhan kota
tersebut dari peta bumi dalam waktu sekejap. Yang paling menarik dari peristiwa
ini adalah tak seorangpun mampu meloloskan diri dari keganasan letusan
Vesuvius. Hampir bisa dipastikan bahwa para penduduk yang ada di kota tersebut
tidak mengetahui terjadinya bencana yang sangat sekejap tersebut, wajah mereka
terlihat berseri-seri. Jasad dari satu keluarga yang sedang asyik menyantap
makanan terawetkan pada detik tersebut. Banyak sekali pasangan-pasangan yang
tubuhnya terawetkan berada pada posisi sedang melakukan persetubuhan. Yang
paling mengagetkan adalah terdapat sejumlah pasangan yang berkelamin sama,
dengan kata lain mereka melakukan hubungan seks sesama jenis (homoseks). Ada
pula pasangan-pasangan pria dan wanita yang masih ABG.
Hasil penggalian fosil juga menemukan sejumlah mayat
yang terawetkan dengan raut muka yang masih utuh. Secara umum, raut-raut muka
mereka menunjukkan ekspresi keterkejutan, seolah bencana yang terjadi datang
secara tiba-tiba dalam sekejap.
Dalam konteks ini, terdapat aspek dari bencana
tersebut yang sangat sulit untuk dimengerti. Bagaimana bisa terjadi ribuan
manusia tertimpa maut tanpa melihat dan mendengar sesuatu apapun?
Aspek ini menunjukkan bahwa penghancuran Pompeii
mirip dengan peristiwa-peristiwa adzab yang dikisahkan dalam Alqur'an, sebab
Alqur'an secara khusus mengisyaratkan 'pemusnahan secara tiba-tiba' ketika
mengisahkan peristiwa yang demikian ini. Misalnya, 'penduduk suatu negeri'
sebagaimana disebut dalam surat Yaasiin ayat 13 musnah bersama-sama secara
keseluruhan dalam waktu sekejap. Keadaan ini diceritakan sebagaimana berikut:
'Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu
teriakan saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati.' (QS. Yaasiin, 36:29)
Di surat Al-Qamar ayat 31, pemusnahan dalam waktu yang
singkat kembali disebut ketika kehancuran kaum Tsamud dikisahkan:
'Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka satu suara
yang keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput-rumput kering (yang
dikumpulkan oleh) yang punya kandang binatang.'
Kematian masal penduduk kota Pompeii terjadi dalam
waktu yang sangat singkat, persis sebagaimana adzab yang dikisahkan dalam kedua
ayat di atas.
Kendatipun semua peringatan ini, tidak banyak yang
berubah di wilayah di mana Pompeii dulunya pernah ada. Distrik-distrik Naples
tempat segala kemaksiatan tersebar luas tidaklah jauh berbeda dengan
distrik-distrik bejat di Pompeii. Pulau Capri adalah tempat di mana para kaum
homoseksual dan nudis (orang-orang yang hidup telanjang tanpa (busana) tinggal.
Pulau Capri diiklankan sebagai 'surga kaum homoseks' di industri wisata. Tidak
hanya di pulau Capri dan di Italia, bahkan hampir di seantero dunia, kerusakan
moral tengah terjadi dan sayangnya mereka tetap saja tidak mau mengambil
pelajaran dari pengalaman pahit yang dialami kaum-kaum terdahulu.
Jumat, 08 Desember 2006
KAUM
YANG DIJUNGKIRBALIKKAN
Gunung Vesuvius adalah simbol negara Italia,
khususnya kota Naples. Gunung itu juga dinamai "The Mountain of
Warning" (Gunung Peringatan). Tentunya pemberian nama ini bukanlah tanpa
sebab. Adzab yang menimpa penduduk Sodom dan Gommorah, yakni kaum Nabi Luth AS,
sangatlah mirip dengan bencana yang menghancurkan kota Pompeii.
Di sebelah kanan gunung Vesuvius terletak kota
Naples, sedangkan kota Pompeii berada di sebelah timur gunung tersebut. Lava
dan debu dari letusan mahadahsyat gunung tersebut yang terjadi dua milenia yang
lalu membumihanguskan penduduk kota.
Malapetaka itu terjadi dalam waktu yang sangat
mendadak sehingga menimpa segala sesuatu yang ada di kota termasuk segala
aktifitas sehari-hari yang tengah berlangsung. Aktifitas yang dilakukan
penduduk dan segala peninggalan yang ada ketika bencana terjadi kini masih
tertinggal persis sama seperti ketika bencana tersebut terjadi dua ribu tahun
yang lalu, seolah-olah waktu tidak bergeser dari tempatnya. Catatan sejarah
menunjukkan, kota tersebut ternyata merupakan pusat kemaksiatan dan
kemungkaran. Kota tersebut dipenuhi oleh meningkatnya jumlah lokasi perzinahan
atau prostitusi. Saking banyaknya hingga jumlah rumah-rumah pelacuran tidak
terhitung lagi.
Organ-organ kemaluan pria dengan ukurannya yang asli
digantung di pintu tempat-tempat pelacuran tersebut. Menurut tradisi ini, yang
berakar pada kepercayaan Mithraic, organ-organ seksual dan hubungan seksual
sepatutnya tidaklah tabu dan dilakukan di tempat tersembunyi; akan tetapi
hendaknya dipertontonkan secara terbuka. Lava gunung Vesuvius menghapuskan
keseluruhan kota tersebut dari peta bumi dalam waktu sekejap. Yang paling
menarik dari peristiwa ini adalah tak seorang pun mampu meloloskan diri dari
keganasan letusan Vesuvius. Hampir bisa dipastikan bahwa para penduduk yang ada
di kota tersebut tidak mengetahui terjadinya bencana yang sangat sekejap
tersebut.
Jasad-jasad seperti diawetkan oleh alam dan masih
bisa disaksikan hingga hari ini. Wajah mereka terlihat berseri-seri. Jasad dari
satu keluarga yang sedang asyik menyantap makanan, makanan, terawetkan mulai
pada detik pertama musibah terjadi.
Banyak sekali pasangan-pasangan yang tubuhnya
terawetkan berada pada posisi sedang melakukan persetubuhan. Yang paling
mengagetkan adalah terdapat sejumlah pasangan yang berkelamin sama; mereka
melakukan hubungan seks sesama jenis (homoseks). Ada pula pasangan-pasangan
pria dan wanita yang masih belia.
Hasil penggalian fosil juga menemukan sejumlah mayat
yang terawetkan dengan raut muka yang masih utuh. Secara umum, raut-raut muka
mereka menunjukkan ekspresi keterkejutan, seolah bencana yang terjadi datang
secara tiba-tiba dalam sekejab. Sama dengan kisah Alquran
Aspek ini menunjukkan bahwa penghancuran Pompeii
mirip dengan peristiwa-peristiwa adzab yang dikisahkan dalam Alquran, sebab
Alquran secara khusus mengisyaratkan "pemusnahan secara tiba-tiba"
ketika mengisahkan peristiwa yang demikian ini. Misalnya, "penduduk suatu
negeri" sebagaimana disebut dalam surat Yaasiin ayat 13 musnah
bersama-sama secara keseluruhan dalam waktu sekejap. Keadaan ini diceritakan
sebagaimana berikut: "Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu
teriakan saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati." (QS. Yaasiin [36]:
29)
Di surat Al-Qamar ayat 31, pemusnahan dalam waktu
yang singkat kembali disebut ketika kehancuran kaum Tsamud dikisahkan:
"Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka satu suara yang keras
mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput-rumput kering (yang dikumpulkan
oleh) yang punya kandang binatang." Kematian masal penduduk kota Pompeii
terjadi dalam waktu yang sangat singkat persis sebagaimana adzab yang dikisahkan
dalam kedua ayat di atas.
Kendatipun semua peringatan ini, tidak banyak yang
berubah di wilayah di mana Pompeii dulunya pernah ada. Pulau Capritetap menjadi
tempat di mana para kaum homoseksual dan nudis (orang-orang yang hidup
telanjang tanpa busana) tinggal. Pulau Capri diiklankan sebagai "surga
kaum homoseks" di industri wisata. Tidak hanya di pulau Capri dan di
Italia, bahkan hampir di seantero dunia, kerusakan moral tengah terjadi dan
sayangnya mereka tetap saja tidak mau mengambil pelajaran dari pengalaman pahit
yang dialami kaum-kaum terdahulu.
Padahal, Alquran mengisahkan kepada kita bahwa tidak
ada perubahan dalam hukum Allah (sunnatullah): "Dan mereka bersumpah
dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah; sesungguhnya jika datang kepada
mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk
dari salah satu umat-umat (yang lain). Tatkala datang kepada mereka pemberi
peringatan, maka kedatangannya itu tidak menambah mereka kecuali jauhnya mereka
dari (kebenaran), karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana
(mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang
yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan
(berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang
terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah
Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah
itu" (QS Al Faathir [35]: 42-43). Begitulah, "...sekali-kali kamu
tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah...". Siapapun yang
menentang hukum Allah dan berusaha melawan-Nya akan terkena sunatullah yang
sama.
TENTANG
GUNUNG VISAVIUS
Hari ini hampir 2000 tahun yang lalu, tepatnya
tanggal 24 Agustus tahun 79, terjadi letusan dahsyat gunung Vesuvius tak jauh
dari ujung selatan Italia. Konon letusan itu adalah yang pertama setelah gunung
api tersebut tertidur lelap selama berabad-abad.
Gunung Vesuvius yang menurut legenda berarti
"Putra Ves/Zeus" alias Hercules, terletak di kawasan Campagnia dekat
Teluk Napoli, tak jauh dari kota industri dan perdagangan Pompeii yang ketika
itu berpenduduk lebih dari 20 ribu jiwa. Tak jauh dari sana juga terdapat kota
peristirahatan musim panas, Herculaneum, yang dipenuhi villa, pemandian ala
Romawi, dan tak lupa perjudian. Di sekitarnya dapat dijumpai perkebunan anggur
yang luas, juga beberapa kota kecil seperti Stabiae.
Letusan pada tahun 79 ini diawali oleh sebuah gempa
besar pada tahun 62. Tetapi bangsa Romawi pada masa itu tidak menghubungkan
gempa dengan aktivitas gunung berapi. Mungkin ini karena mereka, terutama di
Campagnia, sudah terbiasa dengan banyaknya getaran dan goncangan bumi, kecil
dan besar.
Menjelang tengah hari tanggal 24 Agustus, Vesuvius
meledak, menghamburkan gumpalan abu tebal yang bisa digambarkan menyerupai
jamur atau pohon cemara. Seperti digambarkan Pliny The Younger, filsuf yang
sedang berada di Teluk Napoli pada saat letusan terjadi, dalam suratnya kepada
Tacitus, abu terlempar jauh tinggi ke atas seperti batang, lalu melebar dan
akhirnya berhamburan ke bumi. Tinggi semburan ini diduga mencapai 30 kilometer,
dan selama hampir 12 jam kemudian, Pompeii seperti dilapisi abu dan kerikil
vulkanis setebal beberapa sentimeter.
Penduduk Pompeii panik dan mulai mengungsi ke luar kota,
menyisakan 2000 orang yang masih bertahan dalam lubang-lubang persembunyian
menanti letusan gunung berakhir. Tapi selambat-lambatnya pada keesokan harinya,
mereka tewas karena keracunan setelah menghirup gas dan abu vulkanis.
Sementara Herculaneum sementara masih terselamatkan
pada fase awal karena angin bertiup dari arah Barat. Tetapi penduduk
Herculaneum yang sesungguhnya terletak lebih dekat dengan Vesuvius, tak sempat
lega terlalu lama. Gumpalan abu dan gas diikuti oleh letusan lava dan bebatuan menenggelamkan
kota itu hingga lebih dari 20 meter. Suhu yang mencapai 400 derajat Celcius
membuat benda organik seperti tubuh manusia menghangus, atau bahkan meledak.
Letusan berlangsung selama hampir 24 jam, di mana
Vesuvius melepaskan 4 kilometer kubik kandungannya, terutama abu dan bebatuan.
Kawasan yang menderita kerusakan paling parah adalah kawasan di selatan dan
tenggara gunung itu. Jumlah keseluruhan korban yang meninggal dunia mencapai 10
ribu orang.
Pompeii dan Herculaneum ternyata tak pernah dibangun
kembali oleh para -bekas- penduduknya yang selamat, hingga secara kebetulan
ditemukan kembali pada abad ke-18. Tetapi Vesuvius kini masih berdiri tegak. Ia
masih sempat meletus puluhan kali hingga terakhir kalinya pada tahun 1944.
Walaupun tinggi puncaknya saat ini hanya 1281 meter dari permukaan laut,
satu-satunya gunung berapi benua Eropa yang masih aktif ini akan selalu
mengingatkan akan ganasnya alam yang dapat memusnahkan sebuah kota. Dan kita,
penduduk Indonesia, sewajarnya juga mengingat bahwa gunung-gunung berapi di
sekitar kita harus selalu diwaspadai aktivitasnya. Terlebih lagi, karena
Indonesia masih memegang rekor jumlah korban tewas terbanyak akibat letusan
gunung berapi, yaitu letusan Gunung Tambora (Sumbawa, April 1815) yang
mengambil 92 ribu jiwa.
Sumber :
Brosur Homomonument dan Pink Point, 20022.
www.homomonument.info.
www.glbt.com/arts/homomonument.html
Sejarah
& Perkembangan Kaum Homo & Lesbi: Oleh RR. Agustine
-Koordinator Divisi Informasi dan Dokumentasi
Sekretariat Nasional Koalisi Perempuan Indonesia
-Koordinator Ardhanary Institute (LBT Publishes, Research and
Advocacy Center)
Pompeii: Mengulang Sejarah Kaum Luth:
Oleh
Harun Yahya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar