Rabu, 09 Mei 2012

Nasib Kaum Homo & Lesbi (Sejarah, Perkembangan , & Refleksi)


Homo monument atau tugu peringatan perjuangan kaum gay dan lesbian di Netherlands (Belanda) didirikan tahun 1987, berada di jalan Westermarkt -tepat di tengah kota Amsterdam. Tugu ini di desain berdasarkan inspirasi, pengalaman sejarah kaum homoseksual di masa lalu sebagai simbol perjuangan mereka melawan homophobic (kelompok yang membenci homoseksual, yang berusaha menghancurkan keberadaan kaum homoseksual dengan beragam cara). Juga merupakan memori/peringatan bagi kaum laki-laki dan perempuan yang di hukum mati karena perasaan homoseksual mereka. Homo monument adalah simbol kehidupan sekaligus eksistensi kaum homoseksual. Bagaimana bentuk monument ini? Apa latar belakang sejarah dari pembuatan monument ini? untuk mengenalnya, mari kita meneropong latar belakang/sejarahnya di masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang.

LATAR BELAKANG

Dalam sejarahnya di masa lalu, keberadaan kaum homoseksual di Barat (Eropa) bukan hanya dilarang oleh masyarakat dan institusi agama, tetapi juga dilarang secara hukum atau dikriminalkan oleh negara. Dengan dasar pembenaran/interpretasi dari teks Injil/ajaran Kristiani (kisah Sodom dan Gomora), kaum homoseksual dianggap sebagai kaum yang berdosa dan dikutuk oleh Tuhan sehingga harus dimusnahkan. Karenanya di masa itu, seseorang yang kedapatan homoseksual akan di hukum sampai mati oleh keluarganya atau oleh masyarakat sekitar juga oleh negara sesuai dengan Undang-Undang/hukum yang diberlakukan. Ini terjadi juga di Netherlands/Belanda pada tahun 1730-an, dimana kaum gay dan lesbian mengalami banyak sekali kekerasan baik dari keluarga, masyarakat, institusi agama, dan negara.

Pada tahun 1933 ketika Nazi berkuasa di Jerman selain kaum Yahudi dan Roma, kaum homoseksual (laki-laki dan perempuan) juga dianggap sebagai kaum yang berbahaya bagi Jerman. Sekitar 50.000 orang dipenjarakan dalam kamp-kamp penyiksaan Nazi karena mereka homoseksual dan beberapa ribu orang diantaranya mati di dalam kamp tersebut karena kelaparan dan penyiksaan. Sementara di luar Jerman (negara-negara Eropa lainnya), pembantaian terhadap komunitas homoseksual juga terus terjadi.

Pada tahun 1960-an kaum gay dan lesbian (hampir diseluruh Eropa) secara tegas menuntut persamaan hak yang sama dengan warga negara lainnya tanpa membedakan orientasi seksual. Di Amsterdam, pada tanggal 4 Mei 1970, Aksi Kelompok Gay Muda Amsterdam (Amsterdamse Jongeren Aktiegroep Homoseksualiteit) melakukan aksi peringatan nasional terhadap korban-korban kekerasan yang meninggal karena orientasi seksualnya, aksi ini dilakukan di Bundaran Dam (tugu peringatan perang dunia ke II yang mengorbankan nyawa ribuan orang secara sia-sia terletak di jalan Damrak pusat kota Asterdam) namun polisi membubarkan aksi ini dan menangkap beberapa aktivis dengan tuduhan telah mengganggu ketertiban umum.

IDE MENDIRIKAN MONUMENT
Pada bulan Mei 1979, kelompok gay dari Partai Sosialist Pasifist (The gay group of the Pasifist Socialist Party) berinisiatif untuk mendirikan sebuah monument peringatan bagi kaum homoseksual. Para penggagas ide ini adalah anggota dari Center for Culture and Recreation sebuah organisasi gay dan lesbian pertama di Amsterdam yang didirikan tahun 1946. Organisasi ini beranggotakan individu dan juga organisasi khusus untuk gay dan lesbian.

Ide ini mendapatkan dukungan dari kelompok gay dan lesbian, baik individu maupun kelompok yang terdiri 7152 group lesbian dan gay juga seluruh partai politik dari aliran kiri dan kanan. Ide ini juga mendapatkan dukungan dan antusiasme dari dunia Internasional. Untuk merealisasikannya, dilakukan pencarian dana dengan membentuk Komite pencarian dana (Fund Raising Committee) yang beranggotakan para aktivis gay dan lesbian, politisi, seniman, dan aktivis keagamaan.

Setelah selama 8 tahun menggalang dana, terkumpul sekitar 180.000 Euro, hasil sumbangan dari individu, organisasi gay/lesbian, dan kegiatan-kegiatan seperti festival seni di musim semi, festival paradiso tahun 1980, festival homomonu-month pada oktober 1981, pementasan Night Before Day Break Desember 1986. Kemudian Parlemen Belanda menyumbang 45.500 Euro ketika kontrusksi monument sudah mulai dipasang. Kota Amsterdam, Provinsi North Holland, dan Perdana Menteri juga memberikan konstribusi yang sangat besar dalam pembangunan monument ini.

DESAIN
Namun yang terpenting dari rencana pembuatan monument ini adalah simbol perjuangan homoseksual laki-laki dan perempuan. Monument ini bukan monumen biasa, tidak didirikan di sudut jalanan ataupun di tempat yang gelap. Monument ini berada ditengah-tengah kota yang terang dan hidup. Ia juga bukan simbol dari pemberontakan terhadap kaum Nazi di masa lalu, tetapi opresi/penindasan di masa itu terhadap kaum homoseksual. Homomonument ini terdiri dari tiga dimensi, yaitu: sebuah peringatan di masa lalu, sebuah pengakuan dan perdebatan di masa sekarang, dan inspirasi di masa yang akan datang. Dengan aspek-aspek tersebut, dibuatlah perlombaan desain monument yang dibuka untuk umum dan para seniman.

Seusai penyeleksian hasil desain monument, para Juri mengumumkan bahwa desain yang terpilih adalah karya Karin Daan. Karin mendesain 3 buah monument berbentuk segitiga (triangle). Yang pertama dibuat dengan dasar dan konsep elemen (berundak/bertangga-tangga). Kedua, triangle tanpa undakan yang berada di atas permukaan tanah. Ketiga, triangle dengan tinggi 60 cm dari permukaan tanah. Bahan dasar keseluruhan dari monument ini adalah batu granit berwarna pink. Desain ini dianggap cocok, mengingat bentuk pink triangle bukan sesuatu yang asing bagi kaum homoseksual laki-laki dan perempuan. Simbol ini memang mempunyai arti dan sejarah tersendiri bagi kaum homoseksual.

Pink triangle pada masa Nazi adalah simbol atau tanda bagi laki-laki yang homoseksual di kamp-kamp konsentrasi untuk dibedakan dari laki-laki yang heteroseksual. Sedangkan pada tahun 1970-an pink triangle ini menjadi atribut/tanda yang dikenakan (dalam bentuk pin/peniti, bordiran, dll) oleh kaum gay dan lesbian untuk mengenali satu dengan yang lainnya.

KONSTRUKSI
Pada tanggal 28 April 1987, pembangunan di mulai. Salah satu anggota Dewan Seni Amsterdam dari partai Kristen Demokrat (Christian Democrat party) meletakan batu pertama, sebagai tanda pembangunan monument telah dimulai.

Monument pertama dengan konsep elemen ditempatkan dipinggir kanal sebagai titik sentral yang menyimbolkan eksistensi kaum gay dan lesbian di masa lalu (simbol opresi). Dimana kaum gay dan lesbian harus menghadapi sejarah gelap dan pahit karena pilihan orientasi seksualnya. Mereka disiksa, dilecehkan, dan bahkan tidak sedikit yang mati dibunuh. Monument ini sekaligus juga memperingati perang dunia ke II yang terjadi di Dam, yang menewaskan banyak korban termasuk kaum gay dan lesbian.

Monument kedua dibangun di samping gedung Anne Frank Huis -sebagai titik central perjuangan melawan fasisme, anti semitism, dan rasisme- berada dipermukaan tanah dengan garis puisi membentuk segitiga bertuliskan "Naar Vriendschap Zulk Een Mateloos Verlangenâ" (terjemahan dalam bahasa Inggris "Such an unlimited longing for friendship") yaitu suatu keinginan/ dorongan persahabatan (homoseksual) yang kuat tanpa batas. Garis puisi ini diambil dari puisi karya Jacob Isra de Haan (1881-1924). Monumen ini menyimbolkan sebuah pengakuan eksistensi homoseksual dan perdebatannya di masa sekarang. Walau hampir di banyak negara di Eropa eksistensi kaum homoseksual mendapatkan kebebasan dan dilindungi hak nya secara hukum, namun tetap saja keberadaannya menjadi perdebatan pro dan kontra dari banyak kalangan. Kaum homoseksual belum merdeka sepenuhnya di masa sekarang. Dan kalau kita menengok lagi ke bagian negara-negara lainnya di seluruh dunia (Asia, misalnya), maka kaum homoseksual tetap menjadi kaum marginal yang diperlakukan secara tidak adil dalam segala bidang kehidupan, hanya karena pilihan orientasi seksualnya.

Monument ketiga dibuat lebih tinggi 60 cm dari permukaan tanah, dibangun dekat gedung COC (Cultuur en Ontspannings-Centrum, atau dalam bahasa Inggris Centre for Culture and Leisure) yang menjadi center gerakan kaum gay dan lesbian. Monument ini menyimbolkan refleksi gerakan gay dan lesbian di masa yang akan datang. Menjadi sebuah harapan, bahwa kaum homoseksual di masa yang akan datang, mendapatkan kemerdekaannya secara merata diseluruh dunia (termasuk Indonesia, dan negara-negara asia lainnya, tentu saja).
Setelah pembangunan selesai secara keseluruhan, pada tanggal 5 September 1987, monument yang diberi nama Homomonument- resmi dibuka untuk umum. Dan sejak itu pula, Homomonument menjadi tempat rekreasi yang tak pernah sepi dari pengunjung. Baik orang Belanda sendiri, juga turis-turis dari banyak Negara, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, laki-laki dan perempuan, pasti menyempatkan diri untuk berkunjung ke homo monument. Mereka belajar dari sejarah masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang, untuk saling menghormati hak asasi setiap orang termasuk pilihan seksualitasnya.

Pompeii: Mengulang Sejarah Kaum Luth
Alqur'an mengisahkan kepada kita bahwa tidak ada perubahan dalam hukum Allah.
"Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah; sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat-umat (yang lain). Tatkala datang kepada mereka pemberi peringatan, maka kedatangannya itu tidak menambah mereka kecuali jauhnya mereka dari (kebenaran), karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa

selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu" (QS. Al-Faathir, 35:42-43).

Begitulah, "Sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah". Siapapun yang menentang hukum Allah dan berusaha melawan-Nya akan terkena sunatullah yang sama. Pompeii, yang merupakan simbol dari degradasi akhlaq yang dialami kekaisaran Romawi, adalah pusat perzinaan dan homoseks. Nasib Pompeii mirip dengan kaum Nabi Luth. Kehancuran Pompeii terjadi melalui letusan gunung berapi Vesuvius.

Gunung Vesuvius adalah simbol negara Italia, khususnya kota Naples. Gunung yang telah membisu sejak dua ribu tahun yang lalu itu juga dinamai 'The Mountain of Warning' (Gunung Peringatan). Tentunya pemberian nama ini bukanlah tanpa sebab. Adzab yang menimpa penduduk Sodom dan Gomorah, yakni kaum Nabi Luth as, sangatlah mirip dengan bencana yang menghancurkan kota Pompeii.
Di sebelah kanan gunung Vesuvius terletak kota Naples, sedangkan kota Pompeii berada di sebelah timur gunung tersebut. Lava dan debu dari letusan maha dasyat gunung tersebut yang terjadi dua milenia yang lalu membumi hanguskan penduduk kota. Malapetaka itu terjadi dalam waktu yang sangat mendadak sehingga menimpa segala sesuatu yang ada di kota termasuk segala aktifitas sehari-hari yang tengah berlangsung.

Aktifitas yang dilakukan penduduk dan segala peninggalan yang ada ketika bencana terjadi kini masih tertinggal persis sama seperti ketika bencana tersebut terjadi 2000 tahun yang lalu, seolah-olah waktu tidak bergeser dari tempatnya.

Pemusnahan Pompeii dari muka bumi oleh bencana yang demikian dasyat ini tentunya bukan tanpa maksud. Catatan sejarah menunjukkan bahwa kota tersebut ternyata merupakan pusat kemaksiatan dan kemungkaran. Kota tersebut dipenuhi oleh meningkatnya jumlah lokasi perzinahan atau prostitusi. Saking banyaknya hingga jumlah rumah-rumah pelacuran tidak diketahui. Organ-organ kemaluan pria dengan ukurannya yang asli digantung di pintu tempat-tempat pelacuran tersebut.

Menurut tradisi ini, yang berakar pada kepercayaan Mithraic, organ-organ seksual dan hubungan seksual sepatutnya tidaklah tabu dan dilakukan di tempat tersembunyi; akan tetapi hendaknya dipertontonkan secara terbuka.

Lava gunung Vesuvius menghapuskan keseluruhan kota tersebut dari peta bumi dalam waktu sekejap. Yang paling menarik dari peristiwa ini adalah tak seorangpun mampu meloloskan diri dari keganasan letusan Vesuvius. Hampir bisa dipastikan bahwa para penduduk yang ada di kota tersebut tidak mengetahui terjadinya bencana yang sangat sekejap tersebut, wajah mereka terlihat berseri-seri. Jasad dari satu keluarga yang sedang asyik menyantap makanan terawetkan pada detik tersebut. Banyak sekali pasangan-pasangan yang tubuhnya terawetkan berada pada posisi sedang melakukan persetubuhan. Yang paling mengagetkan adalah terdapat sejumlah pasangan yang berkelamin sama, dengan kata lain mereka melakukan hubungan seks sesama jenis (homoseks). Ada pula pasangan-pasangan pria dan wanita yang masih ABG.

Hasil penggalian fosil juga menemukan sejumlah mayat yang terawetkan dengan raut muka yang masih utuh. Secara umum, raut-raut muka mereka menunjukkan ekspresi keterkejutan, seolah bencana yang terjadi datang secara tiba-tiba dalam sekejap.
Dalam konteks ini, terdapat aspek dari bencana tersebut yang sangat sulit untuk dimengerti. Bagaimana bisa terjadi ribuan manusia tertimpa maut tanpa melihat dan mendengar sesuatu apapun?

Aspek ini menunjukkan bahwa penghancuran Pompeii mirip dengan peristiwa-peristiwa adzab yang dikisahkan dalam Alqur'an, sebab Alqur'an secara khusus mengisyaratkan 'pemusnahan secara tiba-tiba' ketika mengisahkan peristiwa yang demikian ini. Misalnya, 'penduduk suatu negeri' sebagaimana disebut dalam surat Yaasiin ayat 13 musnah bersama-sama secara keseluruhan dalam waktu sekejap. Keadaan ini diceritakan sebagaimana berikut:

'Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati.' (QS. Yaasiin, 36:29)
Di surat Al-Qamar ayat 31, pemusnahan dalam waktu yang singkat kembali disebut ketika kehancuran kaum Tsamud dikisahkan:
'Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka satu suara yang keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput-rumput kering (yang dikumpulkan oleh) yang punya kandang binatang.'

Kematian masal penduduk kota Pompeii terjadi dalam waktu yang sangat singkat, persis sebagaimana adzab yang dikisahkan dalam kedua ayat di atas.

Kendatipun semua peringatan ini, tidak banyak yang berubah di wilayah di mana Pompeii dulunya pernah ada. Distrik-distrik Naples tempat segala kemaksiatan tersebar luas tidaklah jauh berbeda dengan distrik-distrik bejat di Pompeii. Pulau Capri adalah tempat di mana para kaum homoseksual dan nudis (orang-orang yang hidup telanjang tanpa (busana) tinggal. Pulau Capri diiklankan sebagai 'surga kaum homoseks' di industri wisata. Tidak hanya di pulau Capri dan di Italia, bahkan hampir di seantero dunia, kerusakan moral tengah terjadi dan sayangnya mereka tetap saja tidak mau mengambil pelajaran dari pengalaman pahit yang dialami kaum-kaum terdahulu.
Jumat, 08 Desember 2006

KAUM YANG DIJUNGKIRBALIKKAN
Gunung Vesuvius adalah simbol negara Italia, khususnya kota Naples. Gunung itu juga dinamai "The Mountain of Warning" (Gunung Peringatan). Tentunya pemberian nama ini bukanlah tanpa sebab. Adzab yang menimpa penduduk Sodom dan Gommorah, yakni kaum Nabi Luth AS, sangatlah mirip dengan bencana yang menghancurkan kota Pompeii.

Di sebelah kanan gunung Vesuvius terletak kota Naples, sedangkan kota Pompeii berada di sebelah timur gunung tersebut. Lava dan debu dari letusan mahadahsyat gunung tersebut yang terjadi dua milenia yang lalu membumihanguskan penduduk kota.

Malapetaka itu terjadi dalam waktu yang sangat mendadak sehingga menimpa segala sesuatu yang ada di kota termasuk segala aktifitas sehari-hari yang tengah berlangsung. Aktifitas yang dilakukan penduduk dan segala peninggalan yang ada ketika bencana terjadi kini masih tertinggal persis sama seperti ketika bencana tersebut terjadi dua ribu tahun yang lalu, seolah-olah waktu tidak bergeser dari tempatnya. Catatan sejarah menunjukkan, kota tersebut ternyata merupakan pusat kemaksiatan dan kemungkaran. Kota tersebut dipenuhi oleh meningkatnya jumlah lokasi perzinahan atau prostitusi. Saking banyaknya hingga jumlah rumah-rumah pelacuran tidak terhitung lagi.
Organ-organ kemaluan pria dengan ukurannya yang asli digantung di pintu tempat-tempat pelacuran tersebut. Menurut tradisi ini, yang berakar pada kepercayaan Mithraic, organ-organ seksual dan hubungan seksual sepatutnya tidaklah tabu dan dilakukan di tempat tersembunyi; akan tetapi hendaknya dipertontonkan secara terbuka. Lava gunung Vesuvius menghapuskan keseluruhan kota tersebut dari peta bumi dalam waktu sekejap. Yang paling menarik dari peristiwa ini adalah tak seorang pun mampu meloloskan diri dari keganasan letusan Vesuvius. Hampir bisa dipastikan bahwa para penduduk yang ada di kota tersebut tidak mengetahui terjadinya bencana yang sangat sekejap tersebut.

Jasad-jasad seperti diawetkan oleh alam dan masih bisa disaksikan hingga hari ini. Wajah mereka terlihat berseri-seri. Jasad dari satu keluarga yang sedang asyik menyantap makanan, makanan, terawetkan mulai pada detik pertama musibah terjadi.

Banyak sekali pasangan-pasangan yang tubuhnya terawetkan berada pada posisi sedang melakukan persetubuhan. Yang paling mengagetkan adalah terdapat sejumlah pasangan yang berkelamin sama; mereka melakukan hubungan seks sesama jenis (homoseks). Ada pula pasangan-pasangan pria dan wanita yang masih belia.

Hasil penggalian fosil juga menemukan sejumlah mayat yang terawetkan dengan raut muka yang masih utuh. Secara umum, raut-raut muka mereka menunjukkan ekspresi keterkejutan, seolah bencana yang terjadi datang secara tiba-tiba dalam sekejab. Sama dengan kisah Alquran

Aspek ini menunjukkan bahwa penghancuran Pompeii mirip dengan peristiwa-peristiwa adzab yang dikisahkan dalam Alquran, sebab Alquran secara khusus mengisyaratkan "pemusnahan secara tiba-tiba" ketika mengisahkan peristiwa yang demikian ini. Misalnya, "penduduk suatu negeri" sebagaimana disebut dalam surat Yaasiin ayat 13 musnah bersama-sama secara keseluruhan dalam waktu sekejap. Keadaan ini diceritakan sebagaimana berikut: "Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati." (QS. Yaasiin [36]: 29)

Di surat Al-Qamar ayat 31, pemusnahan dalam waktu yang singkat kembali disebut ketika kehancuran kaum Tsamud dikisahkan: "Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka satu suara yang keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput-rumput kering (yang dikumpulkan oleh) yang punya kandang binatang." Kematian masal penduduk kota Pompeii terjadi dalam waktu yang sangat singkat persis sebagaimana adzab yang dikisahkan dalam kedua ayat di atas.

Kendatipun semua peringatan ini, tidak banyak yang berubah di wilayah di mana Pompeii dulunya pernah ada. Pulau Capritetap menjadi tempat di mana para kaum homoseksual dan nudis (orang-orang yang hidup telanjang tanpa busana) tinggal. Pulau Capri diiklankan sebagai "surga kaum homoseks" di industri wisata. Tidak hanya di pulau Capri dan di Italia, bahkan hampir di seantero dunia, kerusakan moral tengah terjadi dan sayangnya mereka tetap saja tidak mau mengambil pelajaran dari pengalaman pahit yang dialami kaum-kaum terdahulu.

Padahal, Alquran mengisahkan kepada kita bahwa tidak ada perubahan dalam hukum Allah (sunnatullah): "Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah; sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat-umat (yang lain). Tatkala datang kepada mereka pemberi peringatan, maka kedatangannya itu tidak menambah mereka kecuali jauhnya mereka dari (kebenaran), karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu" (QS Al Faathir [35]: 42-43). Begitulah, "...sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah...". Siapapun yang menentang hukum Allah dan berusaha melawan-Nya akan terkena sunatullah yang sama.

TENTANG GUNUNG VISAVIUS
Hari ini hampir 2000 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 24 Agustus tahun 79, terjadi letusan dahsyat gunung Vesuvius tak jauh dari ujung selatan Italia. Konon letusan itu adalah yang pertama setelah gunung api tersebut tertidur lelap selama berabad-abad.
Gunung Vesuvius yang menurut legenda berarti "Putra Ves/Zeus" alias Hercules, terletak di kawasan Campagnia dekat Teluk Napoli, tak jauh dari kota industri dan perdagangan Pompeii yang ketika itu berpenduduk lebih dari 20 ribu jiwa. Tak jauh dari sana juga terdapat kota peristirahatan musim panas, Herculaneum, yang dipenuhi villa, pemandian ala Romawi, dan tak lupa perjudian. Di sekitarnya dapat dijumpai perkebunan anggur yang luas, juga beberapa kota kecil seperti Stabiae.

Letusan pada tahun 79 ini diawali oleh sebuah gempa besar pada tahun 62. Tetapi bangsa Romawi pada masa itu tidak menghubungkan gempa dengan aktivitas gunung berapi. Mungkin ini karena mereka, terutama di Campagnia, sudah terbiasa dengan banyaknya getaran dan goncangan bumi, kecil dan besar.

Menjelang tengah hari tanggal 24 Agustus, Vesuvius meledak, menghamburkan gumpalan abu tebal yang bisa digambarkan menyerupai jamur atau pohon cemara. Seperti digambarkan Pliny The Younger, filsuf yang sedang berada di Teluk Napoli pada saat letusan terjadi, dalam suratnya kepada Tacitus, abu terlempar jauh tinggi ke atas seperti batang, lalu melebar dan akhirnya berhamburan ke bumi. Tinggi semburan ini diduga mencapai 30 kilometer, dan selama hampir 12 jam kemudian, Pompeii seperti dilapisi abu dan kerikil vulkanis setebal beberapa sentimeter.

Penduduk Pompeii panik dan mulai mengungsi ke luar kota, menyisakan 2000 orang yang masih bertahan dalam lubang-lubang persembunyian menanti letusan gunung berakhir. Tapi selambat-lambatnya pada keesokan harinya, mereka tewas karena keracunan setelah menghirup gas dan abu vulkanis.

Sementara Herculaneum sementara masih terselamatkan pada fase awal karena angin bertiup dari arah Barat. Tetapi penduduk Herculaneum yang sesungguhnya terletak lebih dekat dengan Vesuvius, tak sempat lega terlalu lama. Gumpalan abu dan gas diikuti oleh letusan lava dan bebatuan menenggelamkan kota itu hingga lebih dari 20 meter. Suhu yang mencapai 400 derajat Celcius membuat benda organik seperti tubuh manusia menghangus, atau bahkan meledak.

Letusan berlangsung selama hampir 24 jam, di mana Vesuvius melepaskan 4 kilometer kubik kandungannya, terutama abu dan bebatuan. Kawasan yang menderita kerusakan paling parah adalah kawasan di selatan dan tenggara gunung itu. Jumlah keseluruhan korban yang meninggal dunia mencapai 10 ribu orang.

Pompeii dan Herculaneum ternyata tak pernah dibangun kembali oleh para -bekas- penduduknya yang selamat, hingga secara kebetulan ditemukan kembali pada abad ke-18. Tetapi Vesuvius kini masih berdiri tegak. Ia masih sempat meletus puluhan kali hingga terakhir kalinya pada tahun 1944. Walaupun tinggi puncaknya saat ini hanya 1281 meter dari permukaan laut, satu-satunya gunung berapi benua Eropa yang masih aktif ini akan selalu mengingatkan akan ganasnya alam yang dapat memusnahkan sebuah kota. Dan kita, penduduk Indonesia, sewajarnya juga mengingat bahwa gunung-gunung berapi di sekitar kita harus selalu diwaspadai aktivitasnya. Terlebih lagi, karena Indonesia masih memegang rekor jumlah korban tewas terbanyak akibat letusan gunung berapi, yaitu letusan Gunung Tambora (Sumbawa, April 1815) yang mengambil 92 ribu jiwa.

Sumber :
Brosur Homomonument dan Pink Point, 20022.
www.homomonument.info.
www.glbt.com/arts/homomonument.html
Sejarah & Perkembangan Kaum Homo & Lesbi: Oleh  RR. Agustine
-Koordinator Divisi Informasi dan Dokumentasi Sekretariat Nasional Koalisi Perempuan Indonesia
-Koordinator Ardhanary Institute (LBT Publishes, Research and Advocacy Center)
Pompeii: Mengulang Sejarah Kaum Luth: Oleh Harun Yahya 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar