Sebagaimana tahun-tahun
sebelumnya, setiap 25 Desember selalumuncul pertanyaan dan diskusi hangat
mengenai boleh atau tidaknya mengucapkan natal kepada kaum yang merayakannya.
Sebagaimana diketahui
bahwa mayoritas ulama menganggapnya sebagai perbuatan haram, karena secara
tidak langsung kita melakukan pengakuan terhadap akidah agama lain. Padahal telah
jelas bahwa satu-satunya agama yang diridhoi Allah adalah Islam. Tidak ada
tawar menawar mengenai hal ini. Hanya di balik penghukuman tersebut ada
perspektif perspektif lain yang cukup menggelitik untuk diketahui tentang
perayaan natal.
Peringatan Natal, memiliki makna ‘Memperingati dan
mengahayati kelahiran Yesus Kristus’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas
terbitan Balai Pustaka). Menurut orang-orang nasrani, Yesus (dalam Islam
disebut dengan ‘Isa) dianggap sebagai anak Tuhan yang lahir dari rahim Bunda
Maria. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan syariat Islam yang mengimani
bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihis sallam bukanlah anak
Tuhan yang dilahirkan ke dunia melainkan salah satu nabi dari nabi-nabi yang
Allah utus untuk hamba-hamba-Nya.
“Ingatlah, ketika Malaikat berkata: "Hai Maryam,
seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang
diciptakan) dengan kalimat yang datang daripada-Nya, namanya Al Masih Isa
putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk
orang-orang yang didekatkan kepada Allah” (Ali Imron 45)
Dari satu sisi
lain, fenomena natal juga bisa diartikan lain, bahkan jauh berbeda. Memang,
lahirnya Yesus melalui kandungan Bunda Maria merupakan mukjizat Tuhan yang
besar dan menunjukkan bahwa Allah Mahamenciptakan. Terlepas dari anggapan bahwa
Yesus adalah putra Allah, Natal sebagai peringatan kelahiran Yesus di dunia
juga berarti pengakuan dari masyarakat bahwa Yesus pun juga manusia yang
dilahirkan dan bergantung pada makhluk lain pada awalnya, yaitu Bunda Maria
atau yang biasa kita sebut Maryam. Maka perayaan natal dapat juga dianggap
sebagai desakralisasi Yesus sebagai Tuhan, karena Tuhan yang sebenarnya tidak
beranak, tidak diperanakkan, dan tidak bergantung kepada seorang pun.
Maka jangan
terlalu heran orang yang memahami hal iniakan dengan biasa mengucapkan “selamat
Natal” kepadakaum non-Islam sebagai bentuk pengakuan mereka bahwa Yesus
benar-benar dilahirkan, dan Yesus bukanlah sosok Tuhan yang sebenarnya karena
kalian pun mengakui bahwa Yesus dilahirkan, dan membutuhkan pengayoman serta
perlindungan dari ibunya ketika kecil dahulu.
Dari satu sisi
Yesus memang memiliki kelebihan dibandingkan Nabi dan Rasul lain. Betapa tidak?
Beliau diberikemampuan menyembuhkan orangbuta, memberi nyawa kepada burung yang
dibuat dari tanah liat, bahkan beliau diberi kemampuan untukmenghidupkan orang
mati. Namun perlu dicatat, seberapa ampuhnya kemampuan Yesus dalam menjalankan
amanahnya menyelamatkan manusia, semua itu tetap didapatkan dari Allah,
satu-satunya Tuhan yang patut disembah seluruh manusia.
“Dan sebagai Rasul kepada Bani Israil
(yang berkata kepada mereka): "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu
dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk
kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi
seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak
dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati
dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang
kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda
(kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman.
(Ali Imron 49)
Memang, perayaan
natal dari tahun ke tahun sering menyedot perhatian kaum muslim. Namun ingatlah
bahwa Allah, Tuhanmu, selalu ingin dekat denganmu.
“Maka bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud” (al-Hijr:98)
(hw)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar