Senin, 24 Desember 2012

Melihat Natal Dari Perspektif Lain



Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, setiap 25 Desember selalumuncul pertanyaan dan diskusi hangat mengenai boleh atau tidaknya mengucapkan natal kepada kaum yang merayakannya.
Sebagaimana diketahui bahwa mayoritas ulama menganggapnya sebagai perbuatan haram, karena secara tidak langsung kita melakukan pengakuan terhadap akidah agama lain. Padahal telah jelas bahwa satu-satunya agama yang diridhoi Allah adalah Islam. Tidak ada tawar menawar mengenai hal ini. Hanya di balik penghukuman tersebut ada perspektif perspektif lain yang cukup menggelitik untuk diketahui tentang perayaan natal. 
Peringatan Natal, memiliki makna ‘Memperingati dan mengahayati kelahiran Yesus Kristus’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas terbitan Balai Pustaka). Menurut orang-orang nasrani, Yesus (dalam Islam disebut dengan ‘Isa) dianggap sebagai anak Tuhan yang lahir dari rahim Bunda Maria. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan syariat Islam yang mengimani bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihis sallam bukanlah anak Tuhan yang dilahirkan ke dunia melainkan salah satu nabi dari nabi-nabi yang Allah utus untuk hamba-hamba-Nya.

“Ingatlah, ketika Malaikat berkata: "Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat yang datang daripada-Nya, namanya Al Masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan kepada Allah” (Ali Imron 45)
Dari satu sisi lain, fenomena natal juga bisa diartikan lain, bahkan jauh berbeda. Memang, lahirnya Yesus melalui kandungan Bunda Maria merupakan mukjizat Tuhan yang besar dan menunjukkan bahwa Allah Mahamenciptakan. Terlepas dari anggapan bahwa Yesus adalah putra Allah, Natal sebagai peringatan kelahiran Yesus di dunia juga berarti pengakuan dari masyarakat bahwa Yesus pun juga manusia yang dilahirkan dan bergantung pada makhluk lain pada awalnya, yaitu Bunda Maria atau yang biasa kita sebut Maryam. Maka perayaan natal dapat juga dianggap sebagai desakralisasi Yesus sebagai Tuhan, karena Tuhan yang sebenarnya tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak bergantung kepada seorang pun.
Maka jangan terlalu heran orang yang memahami hal iniakan dengan biasa mengucapkan “selamat Natal” kepadakaum non-Islam sebagai bentuk pengakuan mereka bahwa Yesus benar-benar dilahirkan, dan Yesus bukanlah sosok Tuhan yang sebenarnya karena kalian pun mengakui bahwa Yesus dilahirkan, dan membutuhkan pengayoman serta perlindungan dari ibunya ketika kecil dahulu.
Dari satu sisi Yesus memang memiliki kelebihan dibandingkan Nabi dan Rasul lain. Betapa tidak? Beliau diberikemampuan menyembuhkan orangbuta, memberi nyawa kepada burung yang dibuat dari tanah liat, bahkan beliau diberi kemampuan untukmenghidupkan orang mati. Namun perlu dicatat, seberapa ampuhnya kemampuan Yesus dalam menjalankan amanahnya menyelamatkan manusia, semua itu tetap didapatkan dari Allah, satu-satunya Tuhan yang patut disembah seluruh manusia.
“Dan sebagai Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman. (Ali Imron 49)
Memang, perayaan natal dari tahun ke tahun sering menyedot perhatian kaum muslim. Namun ingatlah bahwa Allah, Tuhanmu, selalu ingin dekat denganmu.
Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud” (al-Hijr:98)
 (hw)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar